Rusdi Mathari
Rusdi Mathari lahir di Situbondo 12 Oktober 1967. Pernah bekerja sebagai freelancer di Suara Pembaruan (1990-1994),redaktur InfoBank (1994-2000), detikcom, penanggungjawab rubik PDAT majalah Tempo (2001-2002), redaktur majalah Trust (2002-2005), redaktur pelaksana Koran Jakarta (2009-2010), redaktur pelaksana beritasatu (2010-2011), dan pemimpin redaksi VHR.media (2012-2013. Peserta crash program reportase investigasi (ISAI-Jakartra), dan mendapat beberapa penghargaan untuk penulisan berita terbaik dari beberapa lembaga. Saat ini aktif menulis buku dan mengasuh blog Rusdi GoBlog.
Februari 1, 2008 at 11:25 am
Waaaah …Cak Rusdi, tulisan soal pelangi ini membuat semangat saya semakin menebal.
Di rumah, lebih setahun ini, kami sekeluarga mulai memilah sampah organik dan anorganik. Daun tanaman yang berceceran, setelah disapu, saya kumpulkan di karung. Sisa sayuran dapur, nasi bekas, kue dll, saya kumpulkan sendiri. Begitu pula plastik bekas dan kertas, semua dipisah.
Yang organik saya jadikan kompos, melalui berbagai metode yang saya cari di internet. Terutama blognya Pak Sobirin di http://www.clearwaste.blogspot.com.
Hasilnya, di rumah saya, ada 3 tong komposter, 1 karung besar sampah plastik – yang nanti saya jual ke pelapak, dan 1 karung kompos khusus daun.
Alhamdulillah, tak ada sampah satupun yang keluar dari rumah saya. Tapi saya tetap bayar iuran kompleks lho…hehehe…
Bagaimana reaksi para tetangga?Seperti yang diuraikan sampeyan di tulisan di atas ; mencibir, ngrasani diem-diem, bahkan ngatain sampe kuping gosong.
Dari situ saya belajar, bahwa niat baik itu tantangannya sangat berat. Tapi begitu baca tulisan sampeyan, hati saya lego, mungkin ada pelangi dan guci emas nun di depan sana.
Salam,
Februari 1, 2008 at 3:28 pm
Di, seneng aku dapat komentarmu. Fotomu ganteng banget.
Agustus 9, 2009 at 11:08 am
mantep mas