Anggota DPR yang dulu memilih Antasari Azhar sebagai Ketua KPK, kini berbalik arah menyerang KPK. Antasari dianggap sebagai orang yang memiliki banyak musuh, dianggap tidak tahu diri, dan “memilih-milih” kasus. Lanjutkan membaca “DPR Memilih DPR Menggoyang (Antasari 2)”
Atasannya yang merasa tak memberikan perintah, mendatangi prajurit itu, dan plak…sebuah tamparan keras mendarat di muka prajurit itu. “Kamu tahu, tak ada demokrasi dalam tentara. Semua harus melalui perintah,” kata si komandan. Lanjutkan membaca “Tentara Itu Mulai Berdemonstrasi”

Yang kemudian bisa disaksikan dan dibaca adalah sebuah atrakasi kuda lumping yang berbeda.Partai tertentu yang mencatat rekor dunia karena meraup kemenangan hingga 300 persen. Sosok yang satu memaksakan untuk dianggap dan mengumpulkan puluhan orang yang katanya disebut dan dianggap tokoh. Para petinggi partai berputar-putar kata membangun sekutu.
Hanya BJ Habibie dan Abdurrahman Wahid, presiden Indonesia yang tidak pernah menangkap dan memenjarakan para pengritik dan penghinanya dengan dalil pencemaran nama baik. Dan dalam soal pasal-pasal penghinaan semacam itu, Indonesia kalah selangkah dengan Timor Leste yang menghapuskan seluruh pasal penghinaan kepada kepala negara. Lanjutkan membaca “Kepala Negara”
Subsidi kepada partai politik tidak lagi diberikan berdasarkan kursi melainkan dihitung berdasarkan jumlah suara yang diperoleh masing-masing partai politik sama persis seperti yang pernah diberlakukan pada Pemilu 1999. Uang negara yang akan habis bisa mencapai triliunan rupiah.
KPK membuat gebrakan baru: hampir dua belas jam yang lalu telah menangkap tangan seorang anggota DPR-RI yang diduga menerima suap di Hotel Ritz Carlton, Jakarta. Meski belum ada keterangan resmi, anggota DPR yang ditangkap tangan itu disebut-sebut sebagai suami dari Kristina, penyanyi dang dut.
Sebagian anggota DPR-RI berang dengan lagu Slank yang mengkritik dan menyindir perilaku anggota dewan yang hanya bisa membuat undang-undang dan melakukan korupsi. Dengan alasan, kehormatan bangsa ada di gedung DPR, para anggota dewan yang terhormat itu, kabarnya sedang mengumpulkan bahan untuk menyeret grup rock itu ke ranah hukum. Lucu dan menjijikkan.
Untuk mewujudkan desain DPR yang demokratis dan representatif, pada awal reformasi ditetapkan angka electoral threshold 3 persen untuk mengurangi jumlah partai peserta pemilu secara bertahap dan alamiah. Kini bangunan itu diruntuhkan oleh UU Pemilu 2008 yang menetapkan parpol yang mendapat kurang dari 16 kursi, dapat langsung menjadi peserta pemilu 2009 (jumlahnya 16 parpol).
Pemerintah bertekad memberangus situs porno karena dianggap merusak moral bangsa. Bagaimana dengan perbaikan ekonomi, penegakan HAM dan urusan rakyat yang lebih mendasar?
Lanjutkan membaca “Moral Porno Pemerintah”
Komentar Pembaca