Penari Sardono W Kusumo kembali mementaskan Opera Diponegoro. Kali ini selama dua hari di Tetaer Salihara, Jakarta. Hanya dengan lima penari. Lanjutkan membaca “Opera Perlawanan Seorang Pangeran”
Mengaum mungkin saja tapi bahkan jika itu bisa dilakukan oleh Boediono kelak, auman Boediono akan dianggap sebagai auman macan yang paling tidak menakutkan. Mungkin pula auman itu akan dilakukan Boediono sembari menunduk dan mengangguk, “Nuwun sewu Pak SBY.” Lanjutkan membaca “Anak Macan”
Mata saya tak sekalipun lepas memandang wajah dan tubuh Ken Dedes yang sekarang tepat berada di depan saya, tidur di dipan yang terbuat dari kayu jati. Permaisuri dari dua raja Singosari itu, yang selama ini hanya saya dengar dari cerita para guru sejarah dan hanya saya baca dari beberapa buku sejarah dan novel, ternyata memang jelita. Tuhan seolah menumpahkan semua kesempurnaan pada perempuan ini: Bibir tipis, hidung bangir, buah dada padat, leher jenjang, lengan halus, dan kulit langsat kuning dengan wangi yang tak habis saya hirup. Lanjutkan membaca “Percakapan dengan Ken Dedes”
Komentar Pembaca