journalismWartawan termasuk profesi yang tidak dipercaya oleh publik Australia, menurut hasil sebuah jajak pendapat di sana. Di Indonesia, mestinya juga ada jajak pendapat yang serupa: Apakah wartawan adalah profesi yang bisa atau tidak bisa dipercaya, terlibat kongkalikong atau tidak.

oleh Rusdi Mathari
Profesi apakah yang paling dipercaya oleh masyarakat?

Bila pertanyaan itu diajukan ke sebagian publik Australia maka jawaban terbanyak dari mereka adalah profesi pemadam kebakaran. Itulah hasil jajak pendapat majalah bulanan Reader’s Digest Australia yang akan dipublikasikan Juli mendatang, yang sebagian pengantarnya sudah bisa dibaca di situsnya. Di bawah pemadam kebakaran, empat profesi  lain yang paling dipercaya publik Australia berturut-turut adalah paramedis, relawan bencana, perawat dan pilot.

Karena hanya pengantar, tidak ada penjelasan tentang metode dan jumlah warga yang terlibat dalam jajak pendapat itu kecuali penjelasan dari dua peserta jajak pendapat: Mengapa mereka memilih profesi tertentu sebagai profesi yang paling dipercaya. Seorang warga Queensland mengemukakan alasannya memilih pemadam kebakaran karena “Mereka yang berlari ke gedung yang terbakar di saat orang lain sedang berhamburan menyelamatkan diri, layak mendapat kepercayaan penuh.” Peserta lainnya mengatakan paramedis adalah pekerjaan yang paling bertanggung jawab karena merekalah tangan pertama yang berusaha menyelamatkan nyawa manusia.

Ada 50 profesi yang ditampilkan oleh Reader’s Digest dalam “Australia’s Most Trusted Professions 2013” dan yang cukup menarik adalah ditempatkannya profesi wartawan dan politisi di kelompok 10 paling bawah profesi yang tidak bisa dipercaya. Wartawan  berada di urutan 43 dan politisi di urutan 49. “Kepercayaan terhadap para politisi sudah mencapai titik bawah,” kata Sue Carney, Pemimpin Redaksi Readers Digest, kepada wartawan skynews.com.au

Carney tidak menjelaskan, atau wartawan skynews lupa bertanya kepada Carney: Mengapa wartawan juga menjadi profesi yang tidak dipercaya oleh publik Australia. Satu-satunya penjelasan soal ini adalah fakta bahwa sejak dua tahun yang lalu, profesi wartawan sudah tidak populer di Australia. Dalam jajak pendapat yang sama yang dilakukan tahun lalu, profesi wartawan menempati urutan 32 dari 40 profesi yang paling dipercaya publik Australia. Tahun sebelumnya profesi wartawan berada di nomor 40 dari 45 profesi. Namun ketidakpercayaan terhadap pekerjaan wartawan celakanya bukan hanya muncul di Australia.

Tiga tahun lalu, tiga ribu warga Inggris yang dimintai pendapatnya oleh sebuah bank nasional, juga menganggap wartawan sebagai profesi yang tidak bisa dipercaya. Dimuat di situs journalism.co.uk, peserta survei menempatkan wartawan di kelompok  tiga besar profesi yang paling tidak bisa dipercaya, bersama politisi dan bankir.

Laporan tahunan lembaga survei ternama Gallup akhir tahun lalu juga menempatkan wartawan sebagai salah satu profesi yang mulai tidak dipercaya oleh publik Amerika Serikat. Di negara itu bahkan ada kampanye untuk tidak percaya kepada media arus besar, yang tentu saja di dalamnya bekerja banyak wartawan.

Tidak lalu, hasil-hasil survei tersebut menjelaskan bahwa wartawan adalah profesi yang sudah tidak menarik atau tidak penting. Keberadaan wartawan mestinya tetap penting, tapi harus diakui telah terjadi erosi kepercayaan publik terhadap profesi tersebut. Penyebabnya bisa bermacam-macam.

Ketidakpercayaan publik Australia misalnya, antara lain dipicu oleh skandal “penipuan” yang dilakukan oleh dua penyiar radio 2Day FM yang mengakibatkan seorang perawat di Inggris bernama Jacintha Saldanha tewas bunuh diri.  Saldanha adalah warga Inggris. Dia berasal dari Mangalore, Karnataka, India dan sudah selama 10 tahun bekerja sebagai perawat di RS King Edward VII di London.

Suatu hari, Sydney Mel Greig dan Michael Christian dari 2Day FM menelepon Saldanha. Dua wartawan itu mengaku sebagai Ratu Elizabeth dan Pangeran Charles, dan berpura-pura menanyakan perkembangan kesehatan Duchess of Cambridge, Kate Middleton yang kebetulan dirawat di King Edward VII. Semula Saldanha serius menjawab semua pertanyan “Ratu Elizabeth” dan “Pangeran Charles” tapi lantas jatuh pingsan sewaktu Greig dan Christian akhirnya mengaku telah menipunya untuk kepentingan acara  “Hot30 Countdown” yang disiarkan oleh radio 2Day FM. Tiga hari kemudian perempuan itu ditemukan tewas bunuh diri di apartemennya.

Publik Inggris tentu saja marah dengan kejadian itu. Pihak rumah sakit menyebut Saldanha adalah korban “kekejaman praktik penipuan jurnalistik.” Di Australia, 2Day FM menuai banyak makian, dan kendati dua wartawan itu akhirnya dipecat tapi hal itu tak mengurangi “rasa muak” publik Australia terhadap kelakuan wartawan setelah tahun.

Publik Inggris dan Australia sebelumnya sudah meletakkan kepercayaan kepada wartawan di urutan bawah, menyusul skandal penyuapan oleh wartawan dari kelompok media News Corp kepada kepolisian Inggris untuk mendapatkan informasi yang bisa dimuat di News of the World. Mereka menempatkan wartawan sebagai pekerjaan yang “menjijikkan” karena menghalalkan segala cara demi memuaskan kepentingan jurnalistik.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Sepanjang yang saya tahu, belum ada jajak pendapat atau survei serupa yang dilakukan oleh Reader’s Digest atau Gallup yang memasukkan profesi wartawan. Hasil survei yang sejauh ini sering dipublikasikan oleh media adalah indeks persepsi korupsi yang menempatkan politisi [DPR], polisi, jaksa, hakim dan pegawai pajak sebagai pihak yang dianggap paling korup; atau tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik. Mungkin akan akan menarik jika di masa mendatang, lembaga-lembaga survei juga memasukkan profesi wartawan sebagai pihak yang turut dinilai oleh masyarakat.

Setidaknya untuk membuktikan apakah wartawan di sini adalah profesi yang masih bisa dipercaya termasuk untuk menuliskan berita-berita soal korupsi, atau para wartawan itu sebetulnya juga menjadi bagian atau terlibat dalam berita-berita korupsi yang dipublikasikan lewat medianya. Ya, siapa yang tahu?

Tulisan ini juga bisa dibaca di BlogTempo.