Sementara SBY dan Hatta menggelar pesta pernikahan yang konon menelan ongkos Rp 12 miliar, orang tua Nando Rivaldi harus mengumpulkan dukungan dana untuk ongkos mengobati penyakit gagal ginjal yang diderita Nando; Nabila Syakila bayi berusia dua tahun terpaksa terus merintih karena tumor di matanya tidak terobati; dan Maryuni di Purwokerto bunuh diri karena miskin.

oleh Rusdi Mathari
Orang-orang yang berkuasa dan orang-orang kaya, memang selalu punya cara sendiri menghabiskan uang mereka. Lalu di negara ini, mereka juga bisa menghabiskan uang banyak hanya untuk menggelar pesta pernikahan. Pekan ini, di Istana Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, misalnya,  SBY dan Hatta Rajasa konon mengeluarkan uang hingga Rp 12 miliar untuk membiayai pesta pernikahan anak-anak mereka.

Tentu SBY menolak anggapan, biaya pesta pernikahan anaknya berasal dari uang negara. Kata Sudi Silalahi, tidak satu sen pun uang negara yang digunakan untuk membiayai pesta pernikahan anak SBY tapi pesta pernikahan anak presiden dan anak menteri itu, termasuk pesta pernikahan termahal yang pernah ada di Indonesia.

Tahun lalu, Aburizal Bakrie disebut-sebut menghabiskan Rp 100 miliar untuk menikahkan putra bungsunya, Ardie Bakrie dengan artis Nia Ramadhani, anak Prya Ramadhani, Ketua Golkar DKI Jakarta tapi keluarga Bakrie sudah menepis angka itu. Pestanya berlangsung dua hari berturut-turut di Hotel Mulia, Jakarta.

Dua tahun sebelumnya, di hotel yang sama, Keluarga Bakrie juga menggelar pesta pernikahan mewah untuk Adinda Bakrie. Dia adalah keponakan Aburizal, putri dari Indra Usmansyah Bakrie yang menikah dengan Seng-Hoo Ong, putra dari salah seorang terkaya di Singapura. Biaya pestanya menelan Rp 10 miliar.

Beberapa tulisan di beberapa blog menyebutkan, ongkos itu dihabiskan antara lain untuk membeli bunga-bunga seharga Rp 1 miliar, mahkota yang dikenakan Adinda Rp  3 miliar,  kalung Rp 2 miliar dan membayar ongkos dekorasi pesta untuk Preston Bailey. Nama yang disebut terakhir, dikabarkan pernah disewa oleh pengusaha ternama Donald Trumph.

Pesta pernikahan termahal di Indonesia sebelumnya adalah pesta pernikahan Martina Melsiah Sudwikatmono dengan Juan Jimene, lelaki asal Panama. Pesta itu berlangsung secara maraton selama tiga hari: 28, 29, dan 31 Agustus 1991 dan menghabiskan ongkos Rp 5 miliar. Hari pertama adalah upacara siraman yang dilakukan oleh Nyonya Tien Soeharto [Sudwikatmono, adalah saudara angkat Soeharto].

Hari kedua hajatan ala keraton Solo di Sasano Langen Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Hari ketiga, perhelatan penutupan diselenggarakan di kediaman Sudwikatmono di bilangan Bukit Golf Utama Pondok Indah dengan pesta ala Panama lengkap dengan iringan lagu Amerika Latin dan champagne plus kue pengantin raksasa.

Puncak pesta diakhiri dengan pengundian door prize bagi para undangan. Hadiahnya mirip hadiah yang diberikan bank kepada penabung recehan. Ada TV berwarna, lemari es, video, jam tangan dan sebagainya. Di acara pesta yang bagi sebagian orang mungkin hanya bisa dijumpai dalam cerita 1001, dibutuhkan 6 truk untuk mengangkut seluruh kado dari para tamu.

Di Surabaya, seorang pengusaha etnis Cina pernah merayakan pesta pernikahan anaknya dengan menyewa tiga hotel berbintang untuk tempat menginap keluarga dan para undangan. Pengantinnya diarak dan  datang ke tempat resepsi pernikahan dengan menaiki kereta yang ditarik dengan beberapa kuda pilihan.

Dan pekan depan pengusaha etnis India, Raam Punjabi akan menikahkan anaknya di Hawai, Amerika Serikat. Tamu undangan dari Indonesia, dipersilakan datang dan seluruh biaya hotel untuk menginap mereka selama seminggu konon ditanggung oleh Raam.

Ketika mengomentari pernikahan anak Aburizal tahun lalu, Syarif Hasan, Menteri Koperasi dan UKM itu mengatakan, pesta pernikahan yang mewah adalah biasa saja dan  wajar karena pernikahan hanya terjadi sekali seumur hidup. Pertanyaannya adalah, wajar menurut siapa dan dengan ukuran apa, karena sosilog Mely G Tan justru menilai, pesta-pesta mewah untuk pernikahan adalah bentuk pameran kekayaan yang tidak memahami Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya hidup miskin.

Maka benar kata Abu Dzar ketika dia menegur Muawiyah, bahwa orang-orang yang berkuasa dan orang-orang kaya memang cenderung berlebihan. Abu Dzar adalah salah seorang sahabat dalam cerita Nabi Muhammad s.a.w. dan dijuluki sebagai orang yang paling jujur. Sepeninggal Muhammad, dia menetap di Syiria, salah satu provinsi dalam Kerajaan Islam yang pada masanya dikendalikan oleh Muawiyah.

Ketika Muawiyah membangun istana megah sebagai tempat tinggal untuk seluruh keluarganya di Damasku, Abu Dzar setiap hari berdiri di depan pintu gerbang rumah mewah itu. Beberapa saat setelah berdiri, dia lalu akan berteriak mengarah ke rumah megah itu. “Wahai orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, kabarkan kepada mereka siksaan yang pedih.”

Suatu hari saat bertemu dengan Muawiyah, Abu Dzar terang-terangan mengkritik gubernur Damaskus itu. “Andai istana itu engkau bangun dari harta pribadimu, engkau sesungguhnya telah berlaku berlebihan. Kalau istana itu engkau bangun dengan harta rakyat, sesungguhnya engkau telah khianat.”

Sebagai sebuah kantor dan tempat tinggal, rumah Muawiyah di Damaskus memang super mewah. Warnanya hijau dan karena itu dijuluki sebagai Istana Al Khadra. Kenyataan itu terbalik dengan realitas yang terlihat di Madinah. Di ibukota negara itu tak ada istana, tak ada pula kamar-kamar mewah untuk tempat tinggal para khalifah yang kekuasaan dan pengaruhnya justru jauh lebih besar dan lebih luas dibanding seorang gubernur wilayah, seperti Muawiyah.

Lalu sementara SBY dan Hatta menggelar pesta pernikahan yang sekali lagi, konon menelan ongkos Rp 12 miliar, orang tua Nando Rivaldi harus mengumpulkan dukungan dana untuk ongkos mengobati penyakit gagal ginjal yang diderita Nando; Nabila Syakila bayi berusia dua tahun terpaksa terus merintih karena tumor di matanya tidak terobati; dan Maryuni di Purwokerto bunuh diri karena miskin.

“Di Indonesia ini ada yang kaya sekali, seperti menyelenggarakan pesta pernikahan sampai sewa tiga hotel sekaligus, dan ada yang miskin sekali, sampai tidak dapat makan,” kata Mely.