Sesak dada saya membaca dan melihat berita ledakan bom di Hotel JW Marriot dan Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta pagi ini. Masih pentingkah saya menulis, ini dan itu, di sini?
oleh Rusdi Mathari
PAGI ini di tengah gemuruh semua kutukan banyak orang, saya memilih memejamkan mata. Entah pula untuk siapa air mata yang kemudian membasahi pipi ini. Saya mendengarkan jerit kesakitan orang-orang itu, lolongan orang-orang yang separuh tubuhnya hangus terbakar api kemarahan.
Saya tersungkur bukan karena saya tak bisa menolong mereka tapi pecahan-pecahan kaca dan bom itu pagi ini telah menancap pada hati dan membuatnya berdarah. Kepulan asapnya membuat kerongkongan saya tersedak, dilesak ribuan mesiu, yang saya sendiri tak tahu, milik siapa.
Pagi ini, orang-orang yang telah membungkus hatinya dengan api kemarahan itu, mestinya telah menikmati sarapan sambil menonton televisi. Mereka akan menghitung dan saling berucap selamat, kerja besar telah ditunaikan. Di tengah kepulan asap yang masih memadati udara, mereka kemudian barangkali menyusun rencana baru. Entah untuk tujuan apa, untuk siapa, tapi di mana mereka kini, jika bukan bersembunyi di kolong-kolong kepengecutan itu?
Pagi ini, kepada layar komputer di depan mata, saya juga bertanya, di mana mereka yang katanya bisa memberi rasa aman itu. Ketika ledakan itu sungguh telah membunuh, pagi ini mereka hanya mulai berhitung tentang jumlah, menuliskannya di papan putih, dan menyiarkannya kepada ruang dan waktu. Nyawa-nyawa itu telah mereka ukur hanya dengan angka statistik, seolah berhitung tepat adalah pekerjaan mereka.
Mereka semua ingin menjadi yang pertama, yang paling mengutuk paling keras, sembari berharap diam-diam sebagai yang paling merasa paling berbuat, paling peduli. Lalu masih pentingkah semua pernyataan rasa iba itu, ketika orang-orang itu telah terbujur kaku sia-sia?
Pagi ini saya tak bisa menuliskan apa pun, selain hanya menyeka pelupuk mata dengan sapu tangan basah. Jari-jari tangan yang terasa kaku, berat digerakkan. Atau masih pentingkah saya menulis, ini dan itu, di sini?
Sungguh, pagi ini saya menangis untuk mereka para korban bom itu tapi saya lebih menangisi mereka yang selalu berpikir dengan membunuh, dan kepada Tuhan mereka merasa telah berbakti. Ingin rasanya berteriak, kenapa saya dilahirkan di negara yang dipenuhi orang-orang yang selalu memaksakan kehendak, yang selalu berdiskusi dengan mengancam.
Pagi ini entah kenapa, saya malu sebagai orang Indonesia.
Juli 17, 2009 at 1:31 pm
Kali ini saya setuju. saya juga malu knp pengecut-pengecut itu adalah bagian dari bangsa ini. jika memang ada yg harus diselesaikan, jgn maen belakang begini. saya kecewa bukan krn MU yg tdk jadi dtg, bukan krn Ritz Carlton & JW marriot yg jadi sepi, atau penerbangan internasional yg akan menurun tajam…tetapi bersedih untuk mereka. orang-orang yang sudah berusaha mengembalikan bangsa ini kembali ‘bernyawa’. menyia-nyiakan pekerjaan yg sudah dikerjakan beberapa org utk bangsa ini. kehancuran bangsa ini adalah kehancuran pelaku yang mengaku punya agama itu. saya sangat BENCI dg alasan atau rasionalisasi apapun yg pelaku punya. atas nama agama, kepentingan politik…atas nama apapun mereka tidak berhak menjadi TUHAN mengakhiri nywa org lain ataupun menghancurkan bangsa ini. saya BENCI tetapi juga KASIHAN untuk mereka…mereka tidak layak menyebut diri mereka berTuhan lagi.
Juli 18, 2009 at 2:08 pm
😐 malu…
Juli 18, 2009 at 7:54 pm
Bung Rusdi,
kita memang malu karena rasa aman dan kondisi terkendali yang selama ini didengungkan oleh pemimpin, gugur dalam hitungan detik
kita memang malu karena pemimpin yang seharusnya berada paling di depan untuk menenangkan bangsa ini di saat paling genting, justru mengadu karena merasa lebih terancam
kita memang malu karena rasa keadilan tidak dirasakan oleh semua rakyat sehingga mereka melakukan sesuatu yg keji untuk menarik perhatian
Tidak ada satu agama pun yang mengajarkan pemeluknya untuk bangga membunuh demi keyakinan
kita memang malu dg kekacauan ini, tapi jgn malu menjadi bagian dari Indonesia
jika semua sama malunya menjadi bangsa Indonesia seperti anda, siapa nanti yg akan berjuang dan membuktikan ke dunia bahwa mental licik dan picik oknum dan penguasa yang pengecut lah yg membuat negara ini menjadi begini ?
Juli 19, 2009 at 10:34 am
Ya, menarik juga ya post ini sampai-sampai masuk tulisan teratas!
Jangan lupa kunjungi blog saya di http://adf.ly/JYb sekalian memberi komentar dan masukan terkait dengan nominasi APM! 🙂
Juli 19, 2009 at 11:04 pm
Akupun malu
dan belum bisa membantu
Juli 25, 2009 at 5:57 am
Saya sangat malu.
Karena saya orang nya pemalu.