Bung Karno dan Bung Hatta Membacakan Teks Proklamasi 1945Dari hingar-bingar soal deklarasi itu, menarik memerhartikan “gaya” dari tiga pasangan capres dan wakilnya itu. Tiga deklarasi itu sekaligus juga seolah ingin menunjukkan, kelas masing-masing pasangan, siapa mewakili apa dan karakter mereka.

oleh Rusdi Mathari
HIRUK pikuk soal deklarasi dan pasangan presiden dan wakilnya, akhirnya selesai sudah. Tiga pasang calon presiden dan calon presiden Jusuf Kalla-Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dan Megawati-Prabowo Subianto, sudah pasti akan bertarung pada pemilu presiden 8 Juli 2009. Tontonan kini akan dialihkan, pada kampanye mereka yang akan dimulai dari 3 hari setelah KPU menentukan nama pasangan calon awal Juni mendatang.

Dari hingar-bingar soal deklarasi itu, menarik memerhartikan “gaya” dari tiga pasangan capres dan wakilnya itu. Tiga deklarasi itu sekaligus juga seolah ingin menunjukkan, kelas masing-masing pasangan, siapa mewakili apa dan karakter mereka.

Pasangan Jusuf Kalla-Wiranto (JK-Win) yang mendeklarasikan kali pertama, 10 Mei silam misalnya, memilih Tugu Proklamasi, di Jalan Proklamasi, Jakarta sebagai tempat deklarasi. Khas Kalla yang selalu blak-blakan, pernyataan singkat kedua pasangan siang itu langsung dibuka dengan pidato yang juga ringkas. Redaksinya mirip-mirip redaksi teks Proklamasi.

“Kami hanya ingin mengatakan, hal-hal yang mengenai pelayanan pemerintah diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya,” kata Kalla.

Tak banyak yang hadir, kecuali beberapa petinggi Partai Golkar dan Partai Hanura, dan sejumlah simpatisan. Untuk ukuran Kalla yang masih menjabat sebagai Wakil Presiden RI, deklarasi itu bahkan bisa dikatakan sangat sederhana. Tak ada seremonial, yang misalnya dirancang khusus penuh kemegahan. Baik Kalla maupun Wiranto, hari itu mengenakan pakaian sederhana, bukan baju khusus yang berkesan mewah.

Kalla memang tipikal orang Makassar yang ceplas-ceplos. Selama menjabat wakil presiden mendampingi Yudhoyono, Kalla disebut-sebut banyak menggagas terobosan. Antara lain gagasan untuk menciptakan perdamaian di Aceh dan di Poso, dan juga Maluku. Setidaknya, Mantan Presiden Finlandia, Martti Ahtisaari mengakui hal itu.

Berpidato saat menerima Hadiah Perdamaian The Felip Houphouet-Boigny oleh UNESCO di Paris, Prancis, Oktober tahun lalu, Martti mengungkapkan dalam proses perdamaian di Nanggroe Aceh Darussalam, peran Jusuf Kalla diakui sangat besar. Kata Martti Jusuf Kalla telah berdedikasi mendorong tercapainya perdamaian melalui MoU Heshinki.

Martti mendapatkan penghargaan dari Badan PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO). Penghargaan tersebut diberikan karena Martti dinilai telah memberikan seluruh waktu dan pikirannya bagi perdamaian di Namibia, kawasan Balkan dan juga Aceh.

“Saya ucapkan terima kasih, hanya dengan dedikasi dan keteguhan Wapres Jusuf Kalla perundingan damai Aceh bisa terwujud,” kata Martti (lihat “Peran JK dalam Perdamaian Aceh dapat Pujian Dunia,Indonesia Ontime, 3 Oktober 2008).

Lalu sambil berdiri di depan patung Soekarno-Hatta 10 Mei lalu itu, Kalla mengatakan, kesederhanaan itu didasari oleh sikap dan kesadaran, bahwa rakyat adalah soko guru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dirinya, siang itu, bahkan tak malu-malu meminta doa restu dari rakyat dan para pendukungnya. Kata dia,

SBY Berbudi
Deklarasi di Tugu Proklmasi yang lusuh itu berbeda dengan deklarasi Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono (SBY Berbudi) di Sasana Budaya Ganesha, Bandung, Jumat 15 Mei 2009. Acara yang dihadiri sekitar 2 ribuan undangan itu, dirancang khusus dengan melibatkan Bravo Media Centre/Fox Indonesia, organisasi PR milik Malarangeng bersaudara. Acara dilangsungkan di auditorium hall berkapasitas 1.581 kursi dengan tambahan 200 tempat duduk.

Mengutip seorang petugas lapangan, Solopos menyebutkan, biaya acara itu unlimited atau tidak terbatas. Belanja kain hias untuk panggunya menghabiskan ongkos Rp 100 juta (lihat “Hari Ini ‘Ijab Kabul’ SBY-Boediono Digelar Mewah,” Solopos, 15 Mei 2009).

Gedung tempat deklarasi SBY Berbudi itu, memang merupakan gedung megah di kompleks ITB, Jalan Taman Sari 73, Bandung. Di situs www.sabugacenter.com, sewa gedung disebutkan Rp 25.650.000 per 12 jam. Ketua DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok menilai, deklarasi itu meniru deklarasi Obama-Joy Bidden di Illionis, 23 Agustus 2008, ketika keduanya maju sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden dari Partai Demokrat (lihat “SBY Titu Obama,” Bangka Pos, 15 Mei 2009)

Waktu itu sesaat setelah memasuki ruangan, Obama dan Joy Bidden masing-masing berlari ke sisi kiri dan kanan panggung lalu bertemu di tengah panggung dan saling berangkulan.

Di Sasana Budaya Ganesha SBY Berbudi langsung naik panggung, berdiri, dan keduanya melambaikan tangan sebelum duduk bersanding di kursi. Dalam pidatonya, Yudhoyono menceritakan keberhasilan pemerintahannya selama lima tahun terakhir. Mulai dari kemajuan ekonomi yang dinilainya mulai bagus, penghormatan terhadap HAM, dan sejumlah kemajuan lain termasuk juga perdamaian di Aceh, yang diakui Martti sebagai gagasan Kalla.

Beberapa jam sebelum deklarasi SBY Berbudi, ratusan orang di Karawang, sekitar 100 kilometer utara Bandung, puluhan warga jatuh pingsan dan terinjak-injak dalam antrean 3.000 penerima Bantuan Langsung Tunai. Mereka diduga kelelahan setelah menunggu berjam-jam demi BLT sebesar Rp 200 ribu (lihat “Antre BLT, Sejumlah Orang Pingsan,” AN.TV, 15 Mei 2009)

Menjawab kritikan Megawati soal BLT itu, dalam kampanye pemilu legislatif lalu, Yudhoyono menyebut BLT sebagai keberpihakan kepada rakyat kecil. “BLT itu untuk membantu orang susah. Boleh atau tidak kita membantu orang susah? Punya hatikah kita terhadap rakyat miskin?” teriak Yudhoyono dari panggung kampanye di Stadion Mattoangin, Makassar (lihat “SBY: BLT itu Membantu Orang Susah,” Kompas.com, 22 Maret 2009)

Mega Pro
Deklarasi terakhir dari pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan maju dalam pemilu Juli mendatang, adalah pasangan Megawati-Prabowo Subianto (Mega Pro). Sama dengan pasangan JK-Win, tak ada acara spesial dalam deklarasi yang berlangsung di kediaman Megawati di Jalan Teuku Umar, Jakarta, Jumat malam 15 Mei 2009, atau beberapa jam setelah deklarasi SBY Berbudi.

Megawati tampak mengenakan busana batik warna cerah dan Prabowo mengenakan pakaian khas safari. Kendati begitu, deklarasi mereka termasuk yang paling banyak ditunggu-tunggu, karena dibandingkan dua pasangan capres/cawapres lainnya deklarasi pasangan itu dianggap paling rumit proses “perjodohannya.”

Berpidato singkat di acara itu, Ketua Umum PDI-Perjuangan Megawati mengharapkan pemerintahan sekarang menyelenggarakan pilpres yang jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia demi tegaknnya demokratisasi di Indonesia. “Semua pengalaman dan kekurangan yang terjadi selama Pemilu Legislatif dapat diatasi dan diperbaiki demi masa depan bangsa dan negara Indonesia yang lebih baik,” kata Megawati (lihat “Megawati-Prabowo Serukan Pilpres Jurdil,” Republikaonline, 16 Mei 2009).

Prabowo yang juga memberikan pernyataan setelah Megawati mengatakan, penunjukkan dirinya sebagai wakil persiden merupakan kehormatan besar. Menurut mantan Panglima Kostrad itu, kesepakatan yang dicapai antara PDI-Perjuangan dan Partai Gerakan Raya Indonesia (Gerindra), karena kedua partaimemiliki komitmen yang besar untuk menegakkan Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kedaulatan ekonomi dan berpihak pada kaum kecil.

“Ini merupakan tanggungjawab besar yang akan saya laksanakan sebaik mungkin bersama Ibu Megawati Soekarnoputri dan PDI-Perjuangan,” kata Prabowo (lihat “Megawati-Prabowo Deklarasikan Sebagai Capres/Cawapres,” Suara Merdeka CyberNews, 15 Mei 2009).

Usai deklarasi keduanya mendapat ucapan selamat dari petinggi PDIP dan Gerindra, Mochtar Pakpahan dan sejumlah simpatisan. Halida Hatta yang berbaju terusan warna putih, tampak berpelukan dengan Megawati dan saling menempelkan pipi.

Semua deklarasi itu, tentu saja penting bagi ketiga pasangan calon presiden dan wakilnya. Namun yang lebih penting, ketika salah satu di antara mereka terpilih menjadi presiden dan wakil presiden, mereka kemudian memang terbukti melakukannya dengan cara-cara yang benar, baik dan jujur, bahkan ketika peluang menjadi presiden dan wakil presiden itu sangat mudah didapat oleh mereka. Kalau tidak, mereka tak lebih dari segerombolan penipu.