Poster Antasari AzharMasalah penembakan Nasrudin dan dugaan keterlibatan Antasari di dalamnya, sebetulnya tak melulu hanya soal korupsi di RNI, apalagi hanya soal asmara. “Ini bukan hanya menyangkut soal asmara seperti yang diberitakan banyak orang. Ini sudah berhubungan dengan politik tingkat tinggi.”

oleh Rusdi Mathari

Jago Lobi Jago Nyanyi
Lebih sebulan silam, sekitar tiga hari setelah Nasrudin Zulkarnaen ditembak 14 Maret 2009, tim Koran Jakarta edisi Minggu merencanakan liputan tentang kasus itu untuk rubrik Sorot. Semua teman di tim Minggu turun meliput. Teguh Nugroho dan Adiyanto mendatangi tempat golf yang terakhir digunakan Nasrudin dan mewawancari sejumlah orang di sana termasuk para caddy. Tugas lain dari Teguh adalah menghubungi Oentoro Sindung, mantan Dirjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri yang juga mantan Komisaris PT Rajawali Nusantara Indonesia.

Sementara Alfred Ginting dan Jacques Umam mengontak Budi Perbawa Aji, Humas RNI. Rizky Amelia dan Rangga Prakoso mendatangi rumah Sri Martuti istri tertua Nasrudin di Jatibening, Bekasi dan rumah Arinda Irawati, istri kedua Nasrudin di Kompleks Banjar Wijaya, Tangerang. Ezra Sihite dan Kristian Ginting menyambangi rumah dan kampus Rani Jualiani di Tangerang.

“Rani kembang desa ini. Orangnya cantik kayak bintang film,” kata Sidik, Ketua RT 01, Kampung Kosong, Cipete, Tangerang menceritakan Rani. Rani tinggal di RT itu.

Een, kakak Rani yang dijumpai Ezra di Kampung Kosong, waktu itu bilang sejak peristiwa penembakan Nasrudin, Rani sudah tidak tinggal di Kampung Kosong melainkan sudah pindah ke rumah orang tuanya di Banten. Dua hari setelah ditemui Ezra, Een ternyata juga sudah meninggalkan rumah di Kampung Kosong itu.

Rizky dan Kristian yang tiba di rumah di rumah Sri Martuti, tak mendapati perempuan itu. Sempat seorang perempuan keluar rumah, tapi dia sama sekali tak bersedia membukakan pintu rumahnya dan mengaku bukan bernama Sri. Belakangan Rizky dan Kristian malah diusir oleh beberapa orang yang mengaku petugas RT setempat.

Keesokan harinya, saya menerima SMS dari seorang kawan yang menyebutkan Antasari Azhar terlibat dalam penembakan itu. Saya menceritakan itu kepada teman-teman tapi kami sepakat tak hendak menyebut nama Antasari, sebelum mendapat jawaban darinya. Teguh kami tugaskan menguber Antasari tapi tak dapat.

Akhyar Rusydi, koresponden Koran Jakarta di Makassar, kami mintai tolong untuk menghubungi Andi Syamdudin. Adik Nasrudin itu mengaku pihak keluarga sudah mendengar nama Antasari disebut-sebut punya hubungan dengan salah satu isteri Nasrudin. Tapi, “Kabar itu baru saya tahu dari teman-teman pers. Anda orang ketiga yang menanyakan hal itu,” kata Syamsudin waktu itu.

Tulisan Sorot yang terbit 22 Maret 2009, atau sekitar seminggu setelah Nasrudin ditembak 14 Maret 2009, hanya menurunkan cerita-cerita di balik kasus itu. Antara lain soal kebiasaan Nasrudin yang royal membagi duit kepada para caddy di lapangan golf Modernland, Tangerang, Banten. Titi Komariah yang ditemui Adiyanto, menuturkan, hari itu, Sabtu 14 Maret 2009, Titi bahkan diberi duit oleh Nasrudin sebesar Rp 600 ribu.

Titi, bersama Maisaroh, Euis alias Eca Bohay, dan Awaludin, hari itu memang kebagian menemani Nasrudin yang bermain golf bersama beberapa koleganya. Mereka antara lain, Suseno Haryo Saputra, mantan Direktur Utama Asuransi Bumiputera, dan dua pria lain yang dikenal dengan nama Subagyo dan Syaiful.

Dari beberapa orang yang diwawancarai Adiyanto dan Teguh di lapangan golf, didapat keterangan, siang sebelum ditembak Nasrudin juga menyanyikan beberapa lagu di restoran di lapangan golf itu. “Kita pesan makanan, dia (Nasrudin) nyanyi-nyanyi,” kata Suseno.

Suseno ingat, ada tiga lagu yang dinyanyikan Nasrudin siang. Kau si Buah Hati karya Pance F. Pondaag, Rasa Cinta dari Dian Pisiesa dan Jenuh yang dinyanyikan Rio Febrian.
Syair lagu Jenuh itu antara lain, maafku jenuh padamu/lama sudah kupendam/tertahan di bibirku/mauku tak menyakiti/jenuh…

“Entah mengapa Pak Zul menyanyikan lagu sendu seperti itu. Biasanya dia suka lagu-lagu yang riang,” kata Iwan Suryawijaya, Komisaris Padang Golf Mondernland. Zul adalah nama panggilan Nasrudin.

Di klub golf itu Nasrudin memang bukan pendatang baru dan orang-orang di tempat itu mengenalnya sebagai sosok yang ramah. “Om Zul itu ramah kepada siapa saja,” kata Neni, karyawan kafe di Padang Golf Modernland. Di kafe itulah Nasrudin biasa bernayi, sehabis bermain golf. Siang itu, setelah menyanyi, Nasrudin makan nasi putih dengan lauk ikan nila berbumbu.

Titi bercerita, sesaat sebelum menghentikan permainan golfnya, Nasrudin terlihat menerima menerima telepon. Usai menerima telepon itulah, Nasrudin lalu menyudahi permainan golf. “Padahal masih 13 hole, seharusnya dia main hingga 18 hole,” kata Titi.

Boyamin Saiman anggota tima advokasi kasus Nasrudin punya cerita lain. Dua pekan sebelum ditembak, Nasrudin terlihat rajin salat. “Khusuk, padahal salat dia biasanya bolong-bolong,” kata Boyamin. Nasrudin ditanya, ada apa, yang lalu dijawabnya, “Ini loh bini gue macam-macam,” kata Boyamin, menirukan ucapan Nasrudin. Nasrudin juga menunjukkan SMS ancaman dari Antasari.

Singkat cerita, Nasrudin memergoki istri simpanannya berselingkuh dengan Antasari. Itu diketahui Nasrudin, ketika dia berkunjung ke rumah salah satu istrinya. Di rumah itu, Nasrudin membuka album foto, yang di dalamnya ternyata ada foto adegan “mesra” antara istrinya itu dengan Antasari. “Bahasa Jawanya, dia ngonangi (memergoki) peristiwa itu,” kata sumber yang lain.

Adegan itulah yang kemudian dijadikan senjata oleh Nasrudin untuk “memeras” Antasari dan nampaknya mantan jaksa itu kelabakan dengan ancaman Nasrudin. Andaikan hanya masalah perempuan itu, barangkali masalahnya bisa diselesaikan, tapi Nasrudin juga “memeras” Antasari karena persoalan korupsi di RNI yang didiamkan oleh Antasari.

Dugaan Nasrudin, kalau didiamkan oleh KPK, berarti kasus korupsi di Rajawali Nusantara Indonesia memang ada apa-apanya. “Jadi memang tak menutup kemungkinan kalau Nasrudin ini pun menguras Antasari gitu loh (karena soal perempuan),” kata Boyamin.

Karir Nasrudin
Nasrudin memulai bekerja di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Sulawesi Selatan, pada 1987. Sejak pindah ke Jakarta, lelaki kelahiran Ujung Pandang 12 Desember 1968 itu, lalu dikenal banyak memiliki kenalan pejabat. Di Jakarta, dia awalnya menjadi staf ahli Menteri Negara BUMN, yang waktu itu dijabat Tanri Abeng.

Lalu ketika Tanri tak menjadi menteri, Nasrudin “melompat” ke RNI. Sejak di RNI itulah, Nasrudin dikenal semakin banyak memiliki kenalan pejabat tinggi, termasuk Hari Sabarno, mantan Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet Megawati. Oentoro menuturkan, selain kenal banyak pejabat, Nasrudin juga dikenal sebagai sosok yang bisa membereskan masalah. Bicaranya ceplas-ceplos.

Budi Perbawa Aji, Humas RNI membenarkan soal sifat Nasrudin. Tapi kata Budi, meski begitu, dirinya tidak memercayai Nasrudin. “Omongannya terlalu besar,” kata Budi.

Di RNI Nasrudin awalnya menjadi staf ahli direksi bidang otonomi daerah. Itu 7 Januari 2002. Dia kemudian dipercaya menjadi staf ahli direksi di PT Rajawali Nusindo, anak perusahaan RNI. Nusindo adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan strategi perdagangan obat-obatan. Menurut Budi, perpindahan itu dimaksudkan agar Nasrudin lebih konkret memberikan sumbangan pikiran dan juga mengembangkan lobi.

“Nusindo itu tinggal dikembangkan, dan Nasrudin diminta ikut membantu,” kata Budi.

Empat tahun Nasrudin di jabatan itu hingga sejak tahun lalu dia dipromosikan menjadi Direktur di PT Putra Rajawali Banjaran, anak perusahaan Nusindo. Padahal ketika masih menjabat staf ahli, prestasi Nasrudin digambarkan sebagai “biasa-biasa” saja. Satu-satunya kecakapan Nasrudin adalah lobi dan karena itu, dia diangkat menjadi direktur.

Cerita lain menyebutkan, pengangkatan Nasrudin menjadi direktur itu sebetulnya tak melulu karena cakap melobi banyak pejabat, melainkan karena dia juga melakukan protes. Penyebabnya adalah pengangkatan sejumlah pejabat di RNI sebagai direktur dinilai telah mengabaikan dirinya. Protes Nasrudin itu, karena dia tahu, SK pengangkatannya sebagai direksi di RNI sudah diteken oleh Menteri Negara BUMN, Sugiharto. Bersamanya, ada Bambang Sugiharto dan Helmi Kamaludin.

Belakangan ketika Sugiharto diganti Sofyan Djalil, yang dilantik sebagai direksi ternyata hanya Bambang dan Helmi. Nasrudin, konon meradang dengan peristiwa itu. Dia karena itu menghubungi beberapa pejabat dan menyoal soal dirinya yang tidak jadi diangkat menjadi direktur di RNI. “Protes” Nasrudin itulah, yang kemudian berbuah pengangkatan dirinya sebagai direktur. Dia dilantik menjadi direktur Putra Rajawali September 2008.

Tugasnya memperluas kesempatan pemasaran baru. Ketika bisnis obat-obatan menjadi tidak gampang, RNI juga memberi tugas kepada Nasrudin untuk memperluas lingkup usaha. Antara lain memperdagangkan produk-produk RNI secara umum, guna membantu kinerja Nusindo.

Di awal kepemimpin di Putra Rajawali, Nasrudin diketahui ikut merintis produksi cangkang sawit, untuk kepentingan ekspor. Kendati masih jauh dari target, sebagian usaha itu dianggap berhasil. Aset perusahaannya hingga awal tahun lalu, juga masih kurang dari 10 miliar rupiah. “Arus kasnya kembang kempis, belum signifikan,” kata Budi.

Lalu soal korupsi di RNI yang dilaporkan Nasrudin ke KPK, antara lain menyangkut soal pemindahan rekening bersama antara Badan Urusan Logistik dan Rajawali Nusantara Indonesia yang disimpan di Bank Bukopin ke rekening di Bank Mandiri atas nama Ranendra Dangin. Pria ini adalah mantan Direktur Keuangan RNI, yang menjadi tersangka. Pemindahan rekening itu, terkait dengan impor gula yang dilakukan RNI antara 2002-2004.

Namun kasus dugaan ketidakberesan keuangan di BUMN itu tak hanya soal pemindahan rekening. Nasrudin disebut-sebut tahu banyak soal tilap-menilap uang di tubuh perusahaan itu. Termasuk soal penjualan besi-besi bekas milik anak usaha Rajawali Nusantara Indonesia untuk pembuatan kampas rem. Kasus lainnya, menyangkut tukar guling pembangunan markas TNI di Cilangkap dengan tanah di Jalan Gatot Subroto seluas 5,5 hektare.

Dalam soal korupsi di RNI yang hendak dibongkar oleh Nasrudin, posisi Antasari sebetulnya bisa dikatakan terjepit. Antasari bahkan tahu, RNI menjadi juga menjadi penyumbang dana bagi kelompok pengajian yang didirikan seorang pejabat negara. Karena tahu itulah, Antasari sengaja mendiamkan kasus korupsi di RNI karena juga diancam tapi di sisi lain dia menghadapi ancaman Nasrudin yang akan membongkar hubungan khususnya dengan perempuan simpanan Nasrudin.

Red Herring
Seseorang yang dekat dengan Nasrudin dan Antasari, bercerita kepada saya, masalah penembakan Nasrudin, dugaan keterlibatan Antasari di dalamnya, sebetulnya tak melulu hanya soal korupsi di RNI, apalagi hanya soal asmara. “Ini bukan hanya menyangkut soal asmara seperti yang diberitakan banyak orang. Ini sudah berhubungan dengan politik tingkat tinggi,” kata dia.

Tingkat tinggi yang dimaksudnya termasuk soal pengadaan senjata yang juga melibatkan orang penting, kepentingan orang-orang tertentu dari sejumlah partai politik, dan juga kepentingan politik dari partai-partai tertentu. Senin malam ketika menulis artikel ini, saya menerima telepon dari seorang teman.

Kata dia, kasus itu juga bersangkutpaut dengan dugaan pembobolan sebuah bank dan Antasari tahu soal itu. Untuk meredamnya, dugaan keterlibatan asmara antara Antasari dengan perempuan simpanan Nasrudin, dan dugaan keterlibatannya dalam kasus penembakan Nasrudin, lalu diledakkan.

Beberapa jam sebelumnya, seorang kawan yang pernah menjadi asisten seorang pejabat, mengirim SMS kepada saya. “Kasus Antasari dapat dipastikan ‘red herring’ dari KPU,” begitu antara lain bunyi SMS-nya.

Komisi itu, kata teman saya, sudah pasti gagal menyelesaikan penghitungan suara hasil Pemilu 9 April 2009 tepat waktu, Sabtu 9 Mei mendatang. “Red herring” kata dia salah satu jurus yang sering dimainkan rezim Orde Baru. “Red herring” adalah upaya pengalihan isu atau opini manakala publik sudah jenuh terhadap isu-isu utama yang sedang berlangsung. Tak lupa teman tadi meminta untuk terus mewaspadai kinerja KPU.

Hingga Selasa dini hari, 5 Mei 2009, hasil penghitungan suara oleh KPU baru mencapai 71.180.517 suara. Atau masih kurang sekitar 100 jutaan suara dari total jumlah pemilih yang ditetapkan oleh KPU pada 24 November 2008.

Melalui Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary, KPU ketika itu menetapkan jumlah pemilih untuk Pemilu 2009 sebesar 171.068.667 orang. Jumlah itu berasal dari pemilih dalam negeri dari 33 provinsi sebesar 169.558.775 orang dan pemilih luar negeri dari 117 perwakilan Indonesia di luar negeri sebanyak 1.509.892 (lihat “Pemilu 2009: Jumlah Pemilih 171.068.667 Orang,” Pemilu Indonesia, 28 November 2008).

Senin sore sebelum SMS itu saya terima, saya menyaksikan di televisi, pejelasan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Wahyono perihal kasus Nasrudin. Pak Kapolda mengumumkan bahwa status Antasari sudah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan. Wahyono tak menyebutkan motif dalam kasus pembunuhan Nasrudin karena menurutnya pemeriksaan masih berlangsung.

Ketika selesai saya membaca SMS teman tadi, saya tak membalasnya. Saya malah ingat mbak Titik, isteri Ian Antono, yang meminta saya mengirimkan Koran Jakarta edisi Minggu, yang berisi wawancara dengan personel God Bless. “Aku njaluk limo (minta lima) ekslempar yo mas,” kata dia, Minggu sore sebelumnya.

Saya memang pencinta God Bless. Grup ini akan meluncurkan album terbaru bertajuk godbless 36. Usai wawancara Kamis pekan lalu, salah satu lagu yang sempat diperdengarkan kepada saya, Alfred, Adiyanto, dan Ezra berjudul NATO. Lagu ini khas God Bless.

jangan lihat sepatu yang orang pakai/lihatlah seberapa jauh dia melangkah/sebaiknya jangan cuma pintar berpikir/tanpa pernah beraksi/aku bukan badut/bukan yes man/yang cuma manggut-manggut tanpa argumen…

Saya membalas mbak Titik, “Yo tak gowokne (ya tak bawa) sepuluh.”

Minggu sore itu, saya melihat langit yang berawan gelap mengirimkan hujan deras. Berbeda dengan awan pekat pada hari Kamis sebelumnya, ketika saya usai mewawancari personel God Bless di rumah Ian Antono, di Cibubur. (Selesai)

Iklan