Jika benar sumbangan Khofifah berasal dari harta pribadi maka hartanya yang sebesar Rp 3,6 miliar logikanya sudah habis karena sumbangannya kepada NU Jawa Timur bisa mencapai Rp 6 miliar.

oleh Rusdi Mathari

KHOFIFAH Indar Parawansa memberikan sumbangan Rp 1 miliar kepada Pengurus Wilayah NU dan Pengurus Cabang NU se-Jawa Timur, Rabu kemarin. Di luar uang tunai calon gubernur Jawa Timur itu juga menyumbangkan 50 unit mobil Suzuki APV. Jika satu mobil harganya Rp 100 juta, maka Khofifah total mengeluarkan Rp 6 miliar untuk kepentingan “sosial” itu. Meskipun orang lain bisa saja berdebat soal nilai sumbangan itu, sumbangan Khofifah sungguhlah besar. Untuk mendapatkan uang sebesar itu, seorang manajer bergaji Rp 50 juta membutuhkan waktu 10 tahun kerja, mungkin lebih.

Dari semua calon gubernur Jawa Timur dan wakilnya, harta Khofifah sebetulnya termasuk yang paling sedikit. Kekayaan Khofifah menempati urutan kesembilan dari 10 orang calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur. Kandidat terkaya adalah Ridwan Hisjam calon wakil gubernur yang diusung PDI Perjuangan yang berpasangan dengan Sutjipto. Kekayaan Hisjam mencapai Rp 15,1 miliar sementara kekayaan Sutjipto Rp 7,9 miliar. Di bawah mereka berdua ada Soenaryo dengan harta Rp 10,9 miliar, Soekarwo Rp 9,2 miliar, Mudjiono Rp 7,7 miliar, Saifullah Yusuf Rp 6 miliar 7 Ali Maschan Moesa Rp 5,6 miliar dan Achmady Rp 4,2 miliar. Sementara Khofifah “hanya” memiliki kekayaan sebesar Rp 3,6 miliar.

Jika penghasilan Khofifah selama menjadi anggota parlemen (1999-2004) adalah Rp 40 juta maka dalam lima tahun Khofifah mengantongi Rp 2,4 miliar. Itu pun jika tidak dipotong oleh PKB, partai tempat Khofifah dulu bernaung sebagai anggota dewan. Dalam catatan KPUD Jawa Timur, harta Khofifah meliputi tanah dan bangunan seharga Rp 2,8 miliar. Tanah Khofifah antara lain berada di Gowa, Sulawesi Selatan seluas 19.970 meter persegi.

Sungguh merendahkan Khofifah jika sumbangan kepada pengurus NU Jawa Timur itu disebut tak punya maksud. Khofifah pantas memiliki maksud dengan memberikan sumbangan itu, selain niat karena Allah. Mungkin dia bermaksud mengambil hati warga NU di Jawa Timur untuk mendongkrak perolehan suara pasangan Khofifah- Mudjiono pada Pilkada Jatim 23 Juli mendatang. Khofifah sangat mungkin pula hanya bermaksud memakmurkan NU.

Namun apa pun maksud dari sumbangan Khofifah, sebetulnya sudah tidak lagi menjadi penting ketika dihadapkan kepada pertanyaan, dari mana Khofifah mendapatkan uang sebanyak itu dan kemudian disumbangkan secara sukarela kepada NU Jawa Timur? Atau jika benar sumbangan Khofifah berasal dari harta pribadi maka hartanya yang sebesar Rp 3,6 miliar logikanya sudah harus berkurang atau bahkan sudah habis karena sumbangannya mencapai Rp 6 miliar.

Pertanyaan tadi bisa tidak penting untuk dijawab namun sumbangan Khofifah telah membukakan mata banyak orang bahwa para calon kepala daerah memang mewakili kelas masyarakat yang kaya, yang hartanya melebihi kebanyakan kelaikan hidup warga Indonesia. Dalam dua pemilu gubernur di Jawa (Jawa Barat dan Jawa Timur), kemudian bisa disaksikan bahwa para kandidat memang mengantongi harta yang sangat banyak.

Kekayaan Para Calon

KPUD Jawa Barat mencatat, kekayaan Gubernur Jawa Barat terpilih Ahmad Heryawan mencapai Rp 1,8 miliar dan US$ 72 ribu. Dede Yusuf yang menjadi wakilnya, dengan kekayaan Rp 13,3 miliar dan uang US$ 10 ribu. Kekayaan mereka masih jauh di bawah Agum Gumelar yang pernah menjadi pesaing dalam pemilu gubernur Jawa Barat. Mantan Menteri Perhubungan itu memiliki harta kekayaan senilai Rp 27,073 miliar dan uang tunai lebih dari US$ 510 ribu. Agum

Dari Jawa Tengah, gubernur terpilih pensiunan jenderal Bibit Waluyo mencatatkan harta kekayaan hingga Rp 2,6 miliar meliputi tanah dan bangunan yang total nilainya mencapai Rp 721 juta. Tanah dan bangunan itu berada di sejumlah tempat, antara lain di Magelang, dua tempat di Kabupaten Sleman, dan dua tempat di Kabupaten Karanganyar. Purnawirawan TNI yang juga mantan Pangdam IV/Diponegoro dan mantan Pangdam Jaya ini juga memiliki sejumlah lahan pertanian yang diakui senilai Rp 182 juta. Sedangkan rekening giro Bibit diakui senilai Rp 973 juta. Nilai ini tidak banyak ’’bergeser’’ dari laporan rekening giro Bibit pada 2001 yakni sebesar Rp 902 juta.

Bibit juga memiliki sederet alat transportasi, baik mobil maupun motor gede merk Harley Davidson. Satu jenis mobil yang tergolong mewah dimiliki Bibit yakni Mercedez Benz tahun 2004 senilai Rp 400 juta. Selebihnya, sebagian data alat transportasi yang dimiliki Bibit pada 2001 dihapus karena dijual.

Dalam daftar alat transportasi yang dimiliki Bibit, tidak dicantumkan Toyota Alphard yang sering dia pergunakan di berbagai kesempatan. Mobil berwarna hitam dengan plat nomor B 131 T itu tidak ada dalam daftar alat transportasi yang dimiliki Bibit. Total kekayaan yang dimiliki Bibit berdasarkan laporan 2008, sebesar Rp 2,6 miliar. Nilai ini tidak jauh dari laporan harta kekayaan Bibit di tahun 2001 yang bernilai sekitar Rp 2 miliar.

Dari Bali, Cok Budi Suryawan calon Gubernur Bali dari Partai Golongan Karya tercatat memiliki kekayaan senilai Rp 18,1 miliar. Kekayaan Cok merupakan yang terbesar dari semua calon gubernur Bali. Harta Cok meliputi harta bergerak (mobil, tanah pertanian, peternakan) yang diakui berasal dari warisan senilai Rp 8, 3 milyar. Harta tak bergerak (tanah dan bangunan) sebanyak 10 bidang senilai Rp 8, 4 miliar dan logam mulia Rp 110 juta.

Di bawah Cok, ada Gede Winasa dengan kekayaan Rp 14, 3 miliar. Harta Winasa sebagian besar berupa tanah yang tersebar di Jembrana, Banyuwangi, Malang, Surabaya dan Denpasar senilai Rp 12, 3 miliar. Lalu Calon gubernur dari PDI Perjuangan, Made Mangku Pastika memiliki kekayaan Rp 6, 2 miliar. Kekayaan Patika berupa tanah dan bangunan 20 bidang tersebar di Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Bogor, Tangerang, Bangli dan Buleleng senilai Rp 5, 7 miliar. Pastika itu juga punya tiga buah mobil senilai Rp 70 juta, memiliki perkebunan dan pertanian seharga Rp 201 juta dan surat berharga Rp 87 juta serta giro US$ 10 ribu.

Audit oleh Publik

Para kepala daerah dan para calon kepala daerah adalah pemimpin daerah yang seharusnya memiliki kapabilitas, integritas, kejujuran hidup, etika, dana moral yang tinggi. Langkah KPUD yang menggandeng KPK dalam pengumuman harta kekayaan para calon karena itu menjadi langkah awal yang harus terus diikuti dan diamati. Dengan kata lain, pengungkapan harta kekayaan itu tidak berhenti hanya pada pengumuman melainkan harus ditindaklanjuti, terutama untuk mengetahui asal-usul harta kekayaan mereka.

Harta atau kekayaan itu, tentu saja adalah wilayah privat. Namun seperti halnya presiden dan wakil presiden, jabatan kepala daerah dan juga wakilnya adalah jabatan publik. Dengan demikian, harus ada kejujuran dari mereka atas pencatatan harta kekayaan itu sebagai bentuk tanggung jawab kepada publik. Mereka antara lain harus bersedia, kekayaan mereka dilacak bahkan diaudit untuk memenuhi amanat tanggung jawab publik yang menghendaki pemimpin yang terbebas dari KKN. Transparansi, begitulah bahasa sederhananya.

Jika tidak, maka kita memang patut bertanya, dari mana asal muasal harta para kepala daerah dan para calon kepala daerah itu, sehingga mereka memiliki harta dengan jumlah 0 sembilan buah, selain dari warisan nenek moyang mereka? Apalagi kemudian, bisa menyumbang melebihi jumlah harta pribadinya.