Sepuluh media dari Jakarta telah diundang oleh Arcelor-Mittal untuk mengirimkan wartawannya mengikuti kunjungan jurnalistik ke Eropa. Tujuannya agar 10 wartawan itu mendapat gambaran utuh tentang Arcelor-Mittal.

oleh Rusdi Mathari

ARCEROL-MITTAL TAMPAKNYA TAK MAIN-MAIN UNTUK mengakuisisi PT Krakatau Steel. Setelah Lakshmi Narayan Mittal bos besar Arcelor-Mittal menemui Presiden Susilo Yudhoyono awal April silam dan minggu lalu mereka memaparkan rencana besar mereka untuk mengakuisisi KS di depan orang-orang Kementerian BUMN, raksasa baja itu kini berniat mengundang 10 wartawan dari media dari Jakarta untuk berkunjung ke Eropa selama 4 hari. Menurut sumber yang mengaku dekat dengan pihak Arcelor-Mittal, surat undangan kepada 10 media di Indonesia itu sudah dikirimkan sejak minggu lalu dan seluruh biaya perjalanan dan akomodasi termasuk pengurusan visa para wartawan itu sepenuhnya ditanggung Arcelor-Mittal.

Seorang wartawan yang mengaku mendapat undangan untuk acara itu menyebutkan sesuai undangan, ada dua lokasi yang akan dikunjungi oleh para wartawan di Eropa yaitu di Belgia dan Luxemburg. Namun sumber dari Arcelor-Mittal tadi mengatakan ada tiga lokasi pabrik Arcelor-Mittal di Eropa yang direncanakan akan dikunjungi oleh para wartawan; Prancis, Luxemburg dan Spanyol. Dari tiga lokasi itu, hanya pabrik di Prancis yang sudah dipastikan akan dikunjungi. Di negara Napoleon itu, Arcelor-Mittal memiliki dua lokasi pabrik yaitu di Usinor dan di Granrage.

Tak disebutkan akan ke mana para wartawan itu di Prancis kecuali hanya waktu keberangkatan mereka dijadwalkan antara 28 atau 29 Mei mendatang tergantung selesainya pengurusan visa. Namun jika benar diterbangkan ke Prancis, para wartawan itu tentu tak akan berkunjung ke pabrik baja Arcelor-Mittal di Granrage yang sudah ditutup dan kini sedang diusahakan untuk dihidupkan kembali oleh Presiden Prancis Nicolas Sarkozy dengan ongkos sebesar US$ 40 juta. Mungkin ke Usinor. “Setelah itu kita merencanakan akan mengundang wartawan untuk melihat pabrik di Brasil,” masih kata sumber dari Arcelor-Mittal.

Undangan Arcelor-Mittal kepada 10 wartawan dari 10 media dari Jakarta untuk “jalan-jalan” ke Eropa semacam itu sebetulnya sudah jamak dilakukan oleh banyak perusahaan atau pribadi, sebelum ini. Hampir jarang media Indonesia yang sanggup membiayai dan mengirim para wartawannya ke luar negeri secara mandiri dengan keuangan sendiri, kecuali hanya media mapan seperti Kompas, Tempo, The Jakarta Post atau Jawa Pos. Dalam beberapa hal, sering kali kemudian juga menjadi hal tak terhindarkan bahwa perusahaan yang mengundang dan menanggung biaya akomodasi para wartawan, tidak memiliki kepentingan.

Arcelor-Mittal adalah nama yang termasuk paling disebut oleh hampir sebagian besar media Indonesia, selama tiga bulan terakhir. Sejauh itu, belum satu pun wartawan yang berhasil melakukan wawancara dengan bos besar Arcelor-Mittal, Lakshmi. Pernah ada sebuah wawancara dengan Lakshmi oleh wartawan Indonesia pada 2 Mei lalu tapi wawancara itu dilakukan bersama oleh wartawan dari empat media, Kompas, Koran Tempo, Bisnis Indonesia dan majalah Tempo. Itu pun melalui wawancara jarak jauh menggunakan kamera video. Berhasil melakukan wawancara dengan Lakshmi secara langsung dalam konteks privatisasi KS dan riuh rendah pemberitaan soal akuisisi Arcelor-Mittal terhadap KS, karena itu niscaya memang sedang menjadi incaran banyak wartawan Indonesia. Majalah Tempo contohnya. Wartawan media itu sudah sejak beberapa bulan lalu mengusahakan untuk bisa melakukan wawancara secara langsung dengan Lakshmi tapi belum berhasil.

Undangan dari pihak Arcelor-Mittal kepada 10 media untuk mengirimkan wartawan mereka mengikuti kunjungan ke Eropa karena itu tak akan dilewatkan oleh para wartawan Indonesia. Siapa tahu, dalam kunjungan ke Eropa itu, Lakshmi akan juga datang dan kemudian melayani keinginan wawancara langsung dari para wartawan dengan dirinya meskipun Lakshmi dikabarkan berhalangan hadir pada waktu 10 wartawan Indonesia berkunjung ke pabrik-pabriknya di Eropa pada akhir bulan ini.

Farid Gaban, Pemimpin Redaksi Madina punya cerita soal undangan semacam itu. Dulu ketika dia bekerja untuk majalah Tempo, pihak redaksi mendapat undangan dari pemerintah Israel untuk mengirimkan wartawan ke negara itu dengan biaya yang sepenuhnya akan ditanggung oleh Israel. Ketika itu Israel sedang gencar untuk memperbaiki citra negaranya di mata publik Indonesia. Farid akhirnya ditugaskan redaksi untuk berangkat ke Israel tapi tidak dengan ongkos dari pemerintah Israel melainkan dari kocek Tempo. “Saya bilang ke BHM, saya mau berangkat kalau Tempo yang membiayai,” kata Farid. BHM yang disebut Farid adalah Bambang Harymurti, pendahulu Toriq Hadad di posisi Pemimpin Redaksi majalah Tempo.

Nugroho Dewanto, wartawan Tempo, yang didaftarkan oleh redaksi untuk berangkat ke Eropa memenuhi undangan Arcelor-Mittal menyebutkan, undangan itu sudah diterima redaksi tempatnya bekerja sekitar seminggu lalu. Dalam surat undangan yang dikirim dengan menggunakan Bahasa Inggris itu, pihak pengundang semula berharap redaksi Tempo mengirimkan Yandhrie Arvian untuk berangkat ke Eropa tapi kata Nugroho, redaksi kemudian menunjuk dirinya. “Independensi kita tidak akan terpengaruh kok,” kata Nugroho yang jamak dipanggil Dede oleh rekan-rekannya.

Pernyataan Dede, mungkin memang benar. Tanpa bermaksud meremehkan kredibilitas para wartawan dan independensi media yang diundang oleh Arcelor-Mittal ke Eropa, akan tetapi setelah “perjamuan” ke Eropa oleh Arcelor-Mittal itu, tentu saja tak ada jaminan semua wartawan dan media akan bersikap untuk mandiri secara profesional dalam soal pemberitaan privatisasi KS dan niat Arcelor-Mittal untuk mengakuisisi KS— bahkan juga termasuk Tempo, meskipun Dede sudah menjaminnya 100 persen.

Ada contoh lain dari undangan semacam yang dilakukan oleh Arcelor-Mittal itu. Sebuah perusahaan yang saat ini diketahui sedang bersengketa dengan sebuah media sebut saja Media A, sejak awal sudah melakukan banyak manuver untuk menangkis pemberitaan yang ditulis oleh media yang menjadi seterunya. Seorang wartawan di redaksi sebuah media menyebutkan, bahkan pernah perusahaan itu mengundang pemimpin redaksinya dan beberapa pemimpin redaksi media yang lain untuk bertemu dengan bos pemilik perusahaan di sebuah tempat di luar negeri. Seluruh biayanya ditanggung pihak pengundang, tentu saja. Ketika kembali ke Jakarta, di kantor, pemimpin redaksinya menyampaikan hasil “liputan khususnya” itu.

“Sekarang satu kaki kita sudah berdiri di pihak mereka (perusahaan itu—Red),” kata wartawan itu mengutip pernyataan bosnya. Maksudnya pemimpin redaksinya, bukan saja bertemu dengan bos besar pemilik perusahaan yang sedang bersengketa dengan Media A melainkan juga mendapat guyuran dana yang cukup untuk mengongkosi biaya produksi medianya selama sebulan. Beberapa petinggi media itu, celakanya pernah bekerja di Media A tapi persoalan keuangan yang akut yang menimpa medianya telah menyebabkan mereka melupakan faktor masa lalu dan terutama mengabaikan faktor profesionalisme wartawan.

Sumber yang dekat dengan pihak Arcelor-Mittal tadi menyebutkan, Arcelor-Mittal sama sekali tidak bermaksud untuk memengaruhi para wartawan ketika menulis soal Arcelor-Mittal. Dia bahkan berani menjamin, semua wartawan yang diundang ke Eropa tak akan mendapat fasilitas “karpet merah.” Kunjungan itu menurut dia, hanya untuk memberikan gambaran utuh kepada para wartawan tentang Arcelor-Mittal yang sejauh ini telanjur disebut-sebut tidak memiliki kemampuan teknologi dalam industri baja.

Benar “hanya memberikan gambaran utuh”, itulah persoalannya. Dan di tengah isu privatisasi KS dan niat Arcelor-Mittal untuk mengakuisisi KS, undangan dari Arcelor-Mittal kepada 10 media karena itu sulit untuk tak disebut tidak mengandung maksud tertentu. Minimal sekadar “hanya memberikan gambaran utuh” kepada para wartawan tentang keunggulan Arcelor-Mittal. Kalau sudah begitu, siapa bilang Arcelor-Mittal tidak serius untuk mengakuisisi KS?