Forum Pemimpin Pemerintahan Asia-Pasifik yang berlangsung di Jakarta, ternyata berkisah tentang lobi panjang pemerintahan SBY kepada Bill Gates: Semata agar bos Microsoft itu bersedia menyelenggarakan GLF di Indonesia. Inilah surat Presiden SBY kepada Gates dan surat balasan Gates kepada Presiden SBY.
Oleh Rusdi Mathari
PERTEMUAN FORUM PEMIMPIN PEMERINTAHAN ASIA-PASIFIK (GLF) yang sejak Kamis kemarin berlangsung di Jakarta memiliki cerita tersendiri. Penyelenggaraan acara itu tak muncul tiba-tiba melainkan sudah direncanakan pada tahun pertama Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Presiden RI. Sejumlah lobi tingkat tinggi dan pendekatan khusus ke Bill Gates bahkan berlangsung selama dua tahun, hingga akhir tahun ini.
Bermula ketika pertemuan GLF di India pada 2005. Sejumlah menteri dari Kabinet Indonesia Bersatu yang hadir pada pertemuan itu menyempatkan menemui Gates. Secara verbal mereka menyampaikan undangan kepada Gates untuk mengadakan GLF di Jakarta. Gates tak langsung menjawab undangan pada menteri Indonesia tersebut.
Pada tahun yang sama, dalam kunjungan selama tiga hari ke Amerika Serikat pada 24-27 Mei, Presiden SBY menyempatkan diri berkunjung ke markas Microsoft di Redmond, Seattle, Amerika Serikat. Kunjungan SBY ke kantor Gates itu, tak hanya untuk menjumpai 52 orang Indonesia yang bekerja di sana, tentu saja— melainkan yang paling utama adalah menemui Gates, bos besar Microsoft yang selalu menempati urutan paling atas sebagai orang terkaya di dunia selama 13 tahun sejak 1994.
Dalam pertemuan tersebut terungkap tawaran kerja sama dari Presiden SBY kepada Gates untuk membangun pusat riset perangkat lunak di Indonesia. Tawaran tersebut disambut penuh antusiasme oleh Gates dan sang miliarder itu menyatakan kesediaannya untuk mengunjungi Indonesia tapi waktunya belum ditentukan. Jika Gates bersedia, pemerintahan SBY berencana untuk menyediakan 300 hektare lahan yang bisa dijadikan “markas” Microsoft di Indonesia. Di pusat pengembangan aplikasi itulah, Indonesia dan Microsoft direncanakan akan berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat melalui aplikasi yang terjangkau.
Tak hanya soal pusat riset perangkat lunak yang ditawarkan SBY kepada Gates. Presiden RI itu juga menawarkan Gates untuk menjadi penasihat pemerintahannya, di bidang teknologi informasi. Paling tidak begitulah siaran pers yang pernah dikeluarkan oleh Microsoft Indonesia pada 15 Mei 2005, atau sepuluh hari sebelum pertemuan resmi SBY dengan Gates di Desmond. Gates menurut siaran pers itu, menyambut baik tawaran SBY dan menugaskan para staf Microsoft untuk menindaklanjutinya. Microsoft Indonesia, saat itu sudah ditunjuk oleh pemerintahan SBY sebagai konsultan alias penasihat bagi Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM.
Tak ada kelanjutan dari hasil pembicaraan SBY-Gates setelah itu hingga terungkap acara penekenan kerja sama antara Microsoft yang diwakili Microsoft Asia Tenggara dengan Menteri Komunikasi Informasi yang waktu dijabat oleh Sofyan Djalil pada 14 November 2006. Lewat kesepakatan itu, pemerintah menyetujui untuk membeli sebanyak 35 ribu lisensi Windows dan 177 ribu lisensi Microsoft Office. Nilai uangnya mencapai Rp 377 miliar dan sudah harus dibayarkan paling lambat 30 Juni 2007. Sofyan rupanya benar-benar merealisasikan niatnya yang diucapkan setahun sebelumnya tentang rencana pemerintah menggunakan perangkat lunak legal (Microsoft). “Kita akan buat kesepakatannya dengan Microsoft. Biaya sertifikasinya sekitar US$1 per PC. Lalu ke depan ya harus pakai yang orisinal,” kata Sofyan seperti dikutip detikcom edisi 16 Juni 2005.
Kesepakatan itulah yang kemudian menimbulkan kehebohan. Parlemen di Senayan memerlukan waktu khusus untuk memanggil Sofyan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha meminta pemerintah membatalkan kesepakatan tersebut. Pengamat ekonomi Faisal Basri menyebut penandatanganan nota kesepahaman dengan Microsoft sebagai sebuah perselingkuhan jahat. Pemerintah akhirnya membatalkan kesepakatan dengan Microsoft tapi lobi kepada Gates tak berhenti.
Dalam forum APEC di Sydney Australia pada 9 September 2007, Presiden SBY bertemu dengan CEO Microsoft, Craig Mundie. Pertemuan dengan orang nomor dua di Microsoft itu berlangsung di ruang Holmes, Four Seasons Hotel. Salah satu topik pembicaraannya adalah mengenai kepastian dan kesediaan Gates untuk menyelenggarakan GLF di Jakarta. Presiden SBY pun mengirimkan surat resmi untuk Gates.
“Dear Bill,…Saya menaruh perhatian terhadap GLF Microsoft yang telah sukses di beberapa negara dalam tahun-tahun belakangan. Saya dengan senang menyampaikan kepada Anda bahwa Indonesia akan terhormat untuk menjadi tuan rumah penyelenggaraan GLF mendatang pada April 2008…” Begitulah bunyi paragraf kedua dari surat SBY yang berjumlah 2 lembar itu kepada Gates, dengan alamat yang tertulis dalam surat itu: Microsoft Corporation , One Microsoft Way, Redmond, WA 98952-6399, U.S.A.
Gates membalas surat SBY pada 19 Oktober 2007. Dalam suratnya, Gates tak memberikan kepastian apakah akan menyetujui permintaan SBY itu atau tidak. Gates hanya menginformasikan tentang evaluasi yang masih dilakukan oleh Microsoft terhadap beberapa kota, termasuk Jakarta untuk menjadi tempat penyelenggaraan GLF. Dalam surat itu, Gates juga mengarahkan kontak person di Gates Foundation.
Kepastian untuk menjadikan Jakarta sebagai tuan rumah penyelenggaraan GLF baru datang dari Gates pada 14 November 2007, dalam bentuk surat. Selain memutuskan Jakarta sebagai tempat penyelenggaraan GLF pada 8-9 Mei 2008, dalam surat itu, Gates juga mengundang SBY untuk memberikan sambutan utama pada acara itu.
“Dear Mr. President: Saya dengan senang memberitahukan Anda bahwa pihak Microsoft telah memutuskan untuk menyelenggarakan GLF berikutnya di Jakarta. Sejak korespondensi antara kita, tim perencana dari Microsoft telah berkunjung ke Jakarta dan terkesan tidak hanya oleh kehangatan dan keramahan orang-orang yang mereka jumpai, melainkan juga fasilitas yang tersedia untuk kepentingan acara tersebut.” Itulah bunyi kalimat pembuka surat Gates kepada Presiden SBY dengan alamat di Sekretaris Negara RI, Jalan Veteran 16 Jakarta 10110, Indonesia. Singkatnya, Gates menganggap pemerintahan SBY punya komitmen kuat sebagai mitra Microsoft.
Forum GLF akhirnya memang benar-benar berlangsung di Jakarta, sejak kemarin dan direncanakan berakhir pada Jumat, hari ini. Jauh sebelum datangnya persetujuan Gates untuk menyelenggarakan GLF di Jakarta, Indonesia Go Open Source alias IGOS sebetulnya sudah bersiap menyelenggarakan pertemuan puncak pada 6-7 Mei 2008 di Jakarta. Surat dari Gates yang menjadwalkan acara GLF pada 8-9 Mei 2008 akan tetapi telah menggeser acara IGOS hingga pada akhir Mei mendatang.
Artikel terkait, “Karpet Merah untuk Bill Gates,” “IGOS, Gates, dan Surat Itu…” dan “Bandar Adiktif Microsoft.“
Mei 9, 2008 at 4:02 pm
Kedatangan Bill Gates merupakan prestasi tersendiri bagi SBY.
Mei 9, 2008 at 6:27 pm
semoga saja kedatangannya memberikan manfaat yang besar buat perkembangan IT di negara kita…..
Mei 10, 2008 at 5:05 pm
Pemerintah plin-plan mau dukung IGOS atau Gates yg menyedot devisa..
Mei 12, 2008 at 10:53 am
seharusnya pemerintah harus berani tegas dan gak usah ragu atas apa yang mau di lakukan.
Mei 12, 2008 at 6:27 pm
http://doscom.blogspot.com/
saya dukung IGOS ….
maju terus,,,,,
JOSC(jawa tengah open source center) yang baru saja di resmikan oleh perwakilan ristek bapak Kemal agak kecewa denger berita dia atas bahwa
“pemerintah menyetujui untuk membeli 35 ribu lisensi Windows dan 177 ribu lisensi Microsoft Office. Nilai uangnya mencapai Rp 377 miliar dan sudah harus dibayarkan paling lambat 30 Juni 2007.”
ketika kami mau dan berniat me-migrasikan temen2 kami n dinas pendidikan di jateng khususnya smp-sma,dan itu juga dah dapet “restu” dari bapak gubernur,,eh malah pemerintah bersikap dia atas….
maju indonesiaku with open source software…….
Mei 17, 2008 at 5:01 pm
Yang penting, sebenarnya sumber Anda dari mana? Apakah “blog” itu tak perlu menyebutkan sumber?
Salam,
Bambu
Mei 17, 2008 at 6:59 pm
Mas Bambu
Tentu saja sumbernya ada. Ini hanya soal teknik atau cara menulis, saya kira. Sebuah sumber yang hanya memberikan setumpuk dokumen dan memberikan penjelasan apa adanya dan sebagainya lalu meminta untuk tidak disebut, menurut saya akan sangat membosankan jika ditulis “menurut sumber.”
Mas Bambu pastilah paham, jurnalistik bukan hanya menyangkut soal kode etik melainkan juga cara menyampaikan pesan dan mengemasnya. Saya karena itu memilih cara menulis dengan mengesampingkan penyebutan sumber (yang memang tak bersedia disebut), itu meskipun risikonya memang akan muncul pertanyaan semacam dari mas Bambu.
Cara dan teknik ini, saya kira masih lebih baik ketimbang menjiplak atau mengutip dari media lain lalu di dalam tulisan lalu diklaim sebagai sumber. Beberapa media yang melakukan hal itu di dalam tulisannya tapi saya tahu beberapa media itu “mengarang” soal sumber itu. Tulisan saya di blog ini beberapa kali dikutip oleh media besar dan ditulis oleh wartawannya sebagai sumber, seolah media yang bersangkutan melakukan wawancara atau benar-benar mendapatkan bahan dari sumbernya meski nyatanya hanya mengutip, atau lebih tepatnya menjiplak tulisan saya, kata per kata, plek.
Tidak disebutnya sumber penulisan di dalam tulisan ini kalau memang disebut sebuah kesalahan, saya akui, itu memang salah. Suwun mas.
Mei 19, 2008 at 12:59 pm
SBY mau jual harga diri bangsa, pasalnya soal software, anak-anak muda kita ga kalah sama bill gates. trus kenapa SBY bersikap seperti ini.
apakah setelah sumberdaya alam kita di jual murah ke asing, sekarang giliran harga diri kita juga akan di jual SBY????