Jumat pagi 25 April 2008- berkas pemeriksaan kasus dugaan penggelapan pajak oleh Asian Agri Grup akan dilimpahkan oleh Dirjen Pajak ke Kejaksaan Agung. Ada usulan agar kasus itu juga dikaitkan dengan dugaan korupsi dan pidana pencucian uang.

oleh Rusdi Mathari

DARMIN NASUTION MEMENUHI JANJI. BERKAS PEMERIKSAAN kasus dugaan penggelapan pajak oleh Asian Agri Grup, akhirnya akan dilimpahkan ke Kejaksaan Agung hari ini (Jumat 25 April 2008). Sebuah sumber yang dekat dengan Darmin menyebutkan, berkas pemeriksaan itu akan diserahkan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum. “Besok pagi (Jumat) sekitar jam 9 pagi,” kata dia.

Darmin mengatakan selama tiga minggu terakhir, pihaknya secara intensif merampungkan berkas pemeriksaan dugaan penggelapan oleh Asian Agri. Upaya itu termasuk melakukan diskusi dengan beberapa penegak hukum. Bahkan ada usulan agar kasus dugaan penggelapan pajak itu tidak hanya dikaitkan dengan pidana pajak, melainkan juga dengan pidana korupsi dan pencucian uang. Ada pula yang mengusulkan agar kasus itu dibawa ke KPK.

Awak Maret silam Jaksa Agung Muda Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga mengatakan, pihaknya telah berulang kali meminta Ditjen Pajak menyelesaikan penyelidikan dan menyerahkan berkasnya ke Kejaksaan. Ritonga bahkan mengistilahkan permintaannya dengan kata-kata “ sudah kering air liur kami.” Dengan pelimpahan berkas pemeriksaan itu, maka kasus dugaan penggelapan pajak oleh Asian Agri kini sepenuhnya berada di tangan Kejaksaan Agung.

Kasus dugaan penggelapan pajak oleh Asian Agri termasuk salah satu kasus yang banyak mendapat perhatian. Bukan saja karena nilainya mencapai triliunan rupiah, tapi juga karena upaya dari pihak Asian Agri yang mempersoalkan pemberitaan Tempo dan wartawan Tempo, yang kali pertama membongkar skandal itu pada awal 2007. Terakhir Asian Agri menyeret Tempo ke pengadilan karena dianggap mencemarkan nama baik.

Asian Agri Grup adalah induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Dua tahun lalu Sukanto Tanoto dinobatkan sebagai orang terkaya di Indonesia oleh majalah Forbes. Hasil penyidikan terhadap 14 perusahaan menunjukkan yang berada di bawah Asian Agri, kapal induk bisnis terbesar kedua dalam kelompok usaha Raja Garuda Mas itu diduga telah memanipulasi isi Surat Pemberitahuan Tahunan pajak sepanjang tiga tahun sejak 2002. Modusnya antara lain melalui penggelembungan biaya (Rp 1,5 triliun), pembengkakan kerugian transaksi ekspor (Rp 232 miliar), dan menciutkan hasil penjualan (Rp 889 miliar). Tujuannya meminimalkan profit untuk menekan beban pajak. Akibat rekayasa semacam itu, negara diduga telah dirugikan paling sedikit Rp 794 miliar. Dalam pemeriksaannya, aparat pajak telah pula memeriksa sembilan kontainer berisi 1.373 kotak data terkait dengan kasus itu.

Di luar dugaan penggelapan pajak, Asian Agri juga diduga melakukan korupsi dalam pembelian sejumlah aset melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional pada 2003. Aset yang dibeli Asian Agri dari BPPN adalah kredit Rp 9,7 miliar untuk Koperasi Unit Desa Tuah Sakato milik petani perkebunan sawit di Muara Bulian, Jambi. Kredit itu berasal dari Unibank, bank milik Sukanto Tanoto dan bertindak sebagai penjamin adalah PT Inti Indosawit Subur, anak perusahaan Asian Agri. Adapun perusahaan yang membeli adalah PT Asia Nusa Prima, yang diwakili oleh PT Trust Securities.

Dalam surat Trust Securities kepada Asia Nusa Prima disebutkan bahwa perusahaan ini beralamat di Teluk Betung 31, Jakarta Pusat. Alamat di atas ternyata markas tiga perusahaan induk Raja Garuda Mas, yakni Asian Agri Group (sektor perkebunan), PEC-Tech (logistik dan pelayanan), serta Pacific Oil & Gas (energi dan pertambangan).

Belakangan aset itu disita BPPN setelah Unibank dibekukan pemerintah pada 2001. Melalui program penjualan aset kredit tahap V, Asia Nusa Prima membelinya seharga Rp 1,45 miliar atau hanya 15 persen dari harga nominalnya. Diduga ada karyawan BPPN yang turut memuluskan pembelian aset tadi. Dalam surat elektronik yang dikirim Direktur Korporasi Asian Agri Group Eddy Lukas kepada sejumlah petinggi Raja Garuda Mas pada 3 Oktober 2003 disebutkan bahwa proses pembelian akan dibantu oleh karyawan itu.

Sejauh ini sudah ada 12 orang yang ditahan berkaitan dengan dugaan penggelapan pajak Asian Agri. Termasuk dalam 12 orang itu adalah lima direktur yang ditetapkan sebagai tersangka. Mengingat mereka yang ditahan hanyalah “operator lapangan” maka pekerjaan rumah bagi Kejaksaan Agung adalah mencari “aktor utama” di balik dugaan penggelapan pajak itu. Puluhan dokumen dan ratusan surat elektronik internal perusahaan yang telah disodorkan mantan Group Financial Controller Asian Agri, Vincentius Amin Sutanto, kepada tim pajak dan KPK mungkin bisa dijadikan pintu masuk untuk menyasar sanga “aktor utama.”

Dari dari dokumen itu, sedikit banyak tergambar bagaimana berbagai upaya “penghematan pajak” dibuat oleh sejumlah tangan kanan Sukanto Tanoto. Aliran dananya bahkan mengucur ke sejumlah perusahaan afiliasi Asian Agri di Hong Kong, Makao, Mauritus dan British Virgin Island. Vincentius membongkar aib Asian Agri setelah dia tak mendapat pengampunan dari sang taipan atas aksinya membobol rekening Asian Agri senilai US$ 3,1 juta di Bank Fortis, Singapura.

Juru bicara Asian Agri Grup Rudi Victor Sinaga seperti dikutip oleh TempoInteraktif 25 April 2008, mempertanyakan langkah Direktorat Jenderal Pajak melimpahkan berkas kasus ini ke Kejaksaan Agung. Menurut Rudi masalah pelimpahan berkas itu tidak dikomunikasikan dengan mereka. Rudi juga menegaskan bahwa Asian Agri siap menghadapi langkah hukum yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak. Pihaknya sudah menyiapkan dokumen untuk mengklarifikasi kasus ini. “Kami mempertanyakan langkah direktorat jenderal pajak karena kami tidak diajak berunding, sekarang kami lihat saja ke mana arahnya,” kata Rudi.

*Artikel terkait “Apa Kabar Pajak Asian Agri?” dan “Siapa yang Tendensius, Tempo atau Ilmuwan?”