Rusdi Mathari
Rusdi Mathari lahir di Situbondo 12 Oktober 1967. Pernah bekerja sebagai freelancer di Suara Pembaruan (1990-1994),redaktur InfoBank (1994-2000), detikcom, penanggungjawab rubik PDAT majalah Tempo (2001-2002), redaktur majalah Trust (2002-2005), redaktur pelaksana Koran Jakarta (2009-2010), redaktur pelaksana beritasatu (2010-2011), dan pemimpin redaksi VHR.media (2012-2013. Peserta crash program reportase investigasi (ISAI-Jakartra), dan mendapat beberapa penghargaan untuk penulisan berita terbaik dari beberapa lembaga. Saat ini aktif menulis buku dan mengasuh blog Rusdi GoBlog.
April 3, 2008 at 12:29 pm
Absolutely interesting!!
April 3, 2008 at 3:52 pm
Klo saya pribadi Sangat setuju dengan keputusan pak Nuh tsb, walaupun ada kekhawatiran tentang jumlah BTS yang bisa dibangun oleh pengusaha Indonesia. tapi masa sih orang indonesia gak punya duit….?
Infrastruktur adalah aspek yang paling vital, mesti kita bisa lindungi. Jangan sampe ibaratnya kita tinggal di rumah sendiri, tapi mesti bayar uang kontrakan ke orang lain.
Salam
April 3, 2008 at 4:31 pm
Kalo saya mah ngga pusingkan banget tentang aturan yg dibuat pak menteri, tp saya mau ngajak para operator ponsel yg ada Indonesia utk kerjasama bangun mesjid di kampung kami yg masih kekurangan dana, nanti kalo menara mesjid sudah terbangun bagian menaranya mau disewakan untuk ditempeli transceiver.. ada yang mau ngga ya..?
April 4, 2008 at 8:33 am
I love produk indonesia
jgn mau dijajah dengan clara AFTA
April 4, 2008 at 9:36 am
Saya pribadi berpandangan untuk saat ini berikan kesempatan pada industri lokal untuk bermain.Kita lihat apa mereka fair dalam berbisnis.Maksudnya jika memang dengan semakin banyaknya BTS, yang artinya jaringan semakin bagus, tarif telekomunikasi seluler pada akhirnya semakin murah, sebagaimana terjadi di malaysia, tidak ada salahnya membiarkan hanya industri domestik yang bermain.Tapi klo sebaliknya, melejitnya keuntungan industri lokal yang didapat dari bisnis itu tidak diimbangi dengan semakin murahnya tarif seluler, sudah sepatutnya pemerintah membuka pintu bagi pemain asing, agar berdampak pada semakin bersaingnya tarif seluler sekaligus untuk “menghukum mereka”.
April 4, 2008 at 12:40 pm
Sebenarnya ga papa investor asing ada di bisnis ini. Karena toh nantinya soal pendanaan pasti sulit buat perusahaan lokal.
Soalnya statement di pasal 5 dari Permen itu juga masih “abu-abu”. Katanya bisnis tower tertutup untuk asing. terus ga boleh ada unsur asing. Tapi kalau yang mau dibilang so-called perusahaan domestik, lha, dana dia juga dari asing kan??
Atau mungkin ada yang mau minjemin mereka dari dalam negeri? Padahal untuk biayain pembangunan satu tower ajah butuh like 1-2 billion rupiah! Tender tower itu ratusan atau ribuan unit, nah jadi butuhnya bisa triliunan kan? Dananya dari mana?
Dan sebenernya pemain bisnis domestik itu maksudnya apa masih ga terlalu jelas.
Lagian kalau ada pembangunan tower, kan yang untung daerah juga. Coz mereka bisa dapet insentif dan sebagainya dari situ bukan?
Lagian kalau tarif murah toh konsumen juga yang untung.
April 28, 2008 at 11:00 am
Terlepas dari pro kontra tentang pembatasan investor, saya lebih menyoroti kenapa mesti harus ada keluar regulasi? kenapa baru sekarang? Dalam kurun wakt u15 tahun, sejak jaringan digital GSM berada di negeri ini mulai dari Batam, kemudian Jakarta dan merambah kota lain, perlahan tapi pasti menggilas teknologi analog AMPS. Telkomsel saat ini paling tidak memiliki 15000-an menara, Indosat & ex-Satelindo juga paling tidak memiliki 9000-an menara, Excelcomindo juga memiliki 7000-an menara, belum termasuk tower para operator pendatang baru (NTS, HCPT, SMART, STI, de el el ), termasuk didalamnya tower menara bersama yang masih sangat sedikit tentunya…
Apakah rekan netter ada yang pernah hitung or punya data, ada berapa tower yang sebenarnya overlap, or sangat berdekatan? di Jakarta hampir radius 1 KM pasti ada manara dan pasti kelihatan sangat semrawut…apa hal ini akan di biarkan terus? bukankan kaluu bisa ditata dengan baik juga kana berdampak baik bagi lingkungan dan warga juga tenang tidak dikelilingi bahaya yang bisa timbul dari tower di sekitar rumah? Yang saya sesalkan kenapa menunggu perang tarif yang jor joran setahun terakhir ini dan baru para operator berpikir serius tetang tower bersama? Jawabannya salah satu nya adalah meraka tidak mau tidak mau, suka tidak suka harus mereduksi biaya operasional dan investasi yang jutaan dollar agar jangka panjang bisa survive.
Buat kita, para konsumen / pengguna jaringan seluler pastinya lebih senang bila nanti biaya telkomunikasi akan makin murah dan akses informasi semakin mudah bahkan sampai pelosok ….
Mei 1, 2008 at 9:02 pm
Saya juga setuju dengan pemikiran pak M.Nuh kali ini(kalau pemblokiran youtube, rapidshare dlsb-nya, saya sangat2 tidak setuju dan heran, bagaimana mungkin mantan rektor memiliki pemikiran yg sangat dangkal), ups jadi OOT, balik lg deh…
Kenapa setuju? karena kalo sampe dikuasai asing lg maka bisa dibilang bangsa qt akan masuk ke era jajahan secara halus, dimana2 kebutuhan vital qt dipenuhi oleh asing dan akhirnya qt menjadi warga kelas 2 di negara sendiri…
mungkin kekhawatiran ini terlalu jauh, tapi coba kalo semua2 yg vital asing selalu ada dan selalu menguasai(mayoritas), akhirnya bisa terjadi seperti itu…
yaah semoga aja, orang2 qt bisa semakin pintar dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri…
Agustus 6, 2008 at 3:58 pm
Gw stuju aj ma rencana Mr. Nuh (Menkominfo),…Kita sudah mErdeka Bung, jangan maw lg loe smua d jajah ma bangsa asing (kayaknya nie penjajahan model baru ya…), emang sieh sebagian pemain operator di negeri kita asing (Temasek, Qtel, dsb) tp mereka klo investasi d Negeri (tercinta) kita jangan cuma mikir untung aj dunk,,,beri juga bangsa ini peluang untuk berperan serta dalam pemerataan pembangunan, klo ngga bgitu trus mo dibawa kmana negara kita tercinta ini (red Republik Indonesia_ Merdeka)
Agustus 23, 2008 at 8:58 am
Investasi asing untuk telekomunikasi oke saja, kan yang menikmati adalah warga indonesia sendiri, cakupan signal semakin luas, kontraktor pelaksananya juga lokal, pekerjanya juga lokal.
Kenapa tidak?
Jangan-jangan gertakan ini datang hanya karena beberapa oknum pejabat mau dapatkan saham di perusahaan tersebut….cara yang terselubung seperti yang terjadi di negara tetangga kita….?
Hanya Tuhan yang tahu.
Salam.