Rusdi Mathari
Rusdi Mathari lahir di Situbondo 12 Oktober 1967. Pernah bekerja sebagai freelancer di Suara Pembaruan (1990-1994),redaktur InfoBank (1994-2000), detikcom, penanggungjawab rubik PDAT majalah Tempo (2001-2002), redaktur majalah Trust (2002-2005), redaktur pelaksana Koran Jakarta (2009-2010), redaktur pelaksana beritasatu (2010-2011), dan pemimpin redaksi VHR.media (2012-2013. Peserta crash program reportase investigasi (ISAI-Jakartra), dan mendapat beberapa penghargaan untuk penulisan berita terbaik dari beberapa lembaga. Saat ini aktif menulis buku dan mengasuh blog Rusdi GoBlog.
Februari 6, 2008 at 3:58 am
hmm…masih aja rame ya….
Februari 6, 2008 at 8:18 am
tulisan yang cerdas…
Februari 6, 2008 at 8:19 am
ijin untuk pasang di blog saya…
Februari 6, 2008 at 8:24 am
Ha… Gilaaa! sebenarnya sampul itu keren kok. Emang orang Indonesia aja kurang menghargai kreativitas ilustratornya. 😦 Lah itu kan lukisan Da Vinci, terlepas apakah bertema sejarah gereja atau tidak. Orangnya sudah koit ratusan tahun lalu, jadi bebas dong untuk diparodiin?
Kalau ga dalam kasus salah nabi palsu itu juga sama Gatra dibikin ala lukisan dinding gereja di zaman Bizantium. Kenapa yang itu ga diprotes?
Februari 6, 2008 at 9:12 am
Siang ini ada seratus orang (katanya) mendatangi Dewan Pers untuk diajak mediasi soal ini, saya kebetulan ada di JMC saat anggota Dewan Pers beranjak keluar ruangan.
Jika Tempo mengganti muka Mona Lisa dengan Smiling General, mungkin tak akan ada kehebohan yang bicara “atas nama agama”… negeri ini memang terlalu sporadis dan emosional. Tak apa, dinamika seperti ini harus bisa disikapi lebih dewasa
Februari 6, 2008 at 10:01 am
pmkri tuh padahal … 🙂
Februari 6, 2008 at 12:24 pm
Kalau isi injil atau bibel diganti sama kisah Suharto mungkin bisa dianggap penghinaan. Lah, memparodikan lukisan?
*Indonesia ini memang sudah gila… *thok *thok *thok
Niruin gaya Obelix untuk kesekian kalinya…
Februari 6, 2008 at 1:50 pm
hidupnya penuh misteri
menjelang ajal-pun masih setengah hati
kasihan benar pak Harto itu. bagaimana mau tenang dia, klau sudah mati pun tetap dibahas. betapa terkenalnya seorang soeharto yang sudah mati rata dgn tanah itu?
menurutku, klo lukisan terlalu ditafsirkan berlebih berarti yg menganggap lukisan itu penghinaan (namun sebenarnya tidak) itu terlalu over. klo emg ga mau yesus disamain dgn Harto.. ga usah naik pitam scpat itu, anggap sj gmbar itu hny seni. toh, bukan injil yang diplesetin-kan?. org islam yg bnyk dihina sm org nasrani dgn artikel tentang “muhammad itu penipu dan sebagainya” aja ga marah kok… eh.. gt aja kok sensi sekali??
klo emg agama yg benar itu-kan dinilai dari aplikasi ibadah, kontribusi pd masyarakat juga ajaran dari kitab. BUKAN DARI SEBUAH LUKISAN?!
Februari 6, 2008 at 2:34 pm
wong endonesa pada “ndeso” kabeh..
Februari 6, 2008 at 3:16 pm
hebring-hebring
Februari 7, 2008 at 12:29 am
Soeharto…soeharto
Februari 7, 2008 at 3:23 am
ksian tempo… keknya emg bener soeharto masi dendam deh ama tempo 😀
Februari 8, 2008 at 7:48 am
berita, soeharto dan keluarganya sebelum mati dan sesudahnya akan selalu rame….
Februari 8, 2008 at 2:49 pm
masih aja ada orang yang punya waktu dan energi lebih untuk memprotes sesuatu yang sesungguhnya sangat kreatif, dan mungkin juga perlu, demi memelihara kewarasan kita…
satu-satunya yang berhak protes terhadap Tempo adalah Leonardo Da Vinci.
salam kenal
http://ayomerdeka.wordpress.com/
Februari 14, 2008 at 3:29 am
Oo.. seperti ini toh gambar sampulnya, kemarin baru liat beritanya doang. Pantesan diprotes…