Rusdi Mathari
Rusdi Mathari lahir di Situbondo 12 Oktober 1967. Pernah bekerja sebagai freelancer di Suara Pembaruan (1990-1994),redaktur InfoBank (1994-2000), detikcom, penanggungjawab rubik PDAT majalah Tempo (2001-2002), redaktur majalah Trust (2002-2005), redaktur pelaksana Koran Jakarta (2009-2010), redaktur pelaksana beritasatu (2010-2011), dan pemimpin redaksi VHR.media (2012-2013. Peserta crash program reportase investigasi (ISAI-Jakartra), dan mendapat beberapa penghargaan untuk penulisan berita terbaik dari beberapa lembaga. Saat ini aktif menulis buku dan mengasuh blog Rusdi GoBlog.
Desember 23, 2007 at 5:24 pm
Penyesatan ibarat seorang fulan berdiri di luar pasar. Dia menyangka di dalam pasar itu orang-orang sedang bergunjing membicarakan kejelekannya. Diapun marah sekali hingga pasar itu mau ia bakar. Ia tak tau didalam pasar yang ramai itu orang riuh rendah sekadar tawar menawar barang. Samasekali tak membicarakan dirinya, kenal saja tidak. Pointnya memang! “memahami baru menghakimi”
Jhellie Maestro
Januari 7, 2008 at 5:58 am
Di sini saya melihat inkonsistensi.
pertama, anda menulis “Syariat adalah koridor hukum yang memang harus ditegakkan untuk agama Allah dan ajaran Rasul-Nya. Maka segala sesuatu yang secara syariat dinilai menyimpang dan mengada-ada, pastilah akan dinilai sesat. Di dalam kitab Ad Dur An Nafis dikatakan oleh Syekh Muhammad Nafis Al Banjari, hukumnya adalah kafir zindiq jika syariat tidak dijalankan. “Dan barang siapa yang kufur terhadap Allah dan para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, dan hari akhirat maka sesatlah dia dengan kesesatan yang sejauh-jauhnya (dari kebenaran)”
kemudian juga Anda menulis “Kisah-kisah para rasul dan nabi, dan orang-orang suci lainnya adalah kisah tentang orang-orang yang sepanjang desahan nafas dan detak jatung mereka adalah Allah sementara perilaku lahiriahnya menurut adab syariat.”
tapi di akhir tulisan anda menulis “Maka ketika sekelompok orang merusak mesjid dan mengintimidasi orang-orangAhmadiyah di Kuningan dan menganggap mereka sesat, mereka sebenarnya sudah melampaui wewenang Allah. Tafsir dibalas dengan tafsir, teks dibalas teks. Mereka merasa tafsir dan teks mereka tentang kesesatan dan juga tentang ketidaksesatan adalah yang paling benar sembari melupakan ayat bahwa kebenaran hanya milik Allah.”
Bukankah Ahmadiyah telah melanggar syariat dengan memproklamirkan Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi pasca Rasulullah??? Tidaklah hal ini secara tegas menyatakan bahwa mereka telah melenceng dari syariat???
NB. Saya tidak setuju kekerasan massa atas pengikut ahmadiyah. Tapi saya yakin kepercayaan mereka telah keluar dari koridor syariat Islam.
Januari 11, 2008 at 12:35 am
Deny terima kasih atas tanggapan Anda. Maaf, baru membalas. Selama 10 hari saya dilanda sakit.
Tulisan saya memang tanggung. Sangat tanggung. Saya sebenarnya hendak membahasnya dari sisi hakikat namun ada hal-hal yang tak memungkinkan saya mengungkapkan ke publik. Kalau misalnya ada pernyataan-pernyataan syariat dari saya, itu sekedar mengingatkan bahwa ajaran Islam terutama didasarkan pada syariat. Namun secara hakikat, apa yang tampak keliru secara syariat akan selalu dikembalikan kepada Allah. Soal keyakinan dan juga tafsir menurut saya adalah soal yang sangat pribadi, sehingga tak seorangpun bisa memaksa. Dan Islam secara syariat sudah mengajarkan hal itu.
Oktober 25, 2008 at 11:26 am
Menyambung komentar sdr. Deny Suito. Ada hal yg musti harus diperjelas ketika Anda menuliskan definisi2 yg tdk semua orang akan dengan mudah memahami, diantaranya:
1. Anda menuliskan begini: “Namun apa yang dipandang sesat secara lahiriah oleh syariat bisa sangat berbeda dengan pandangan sesat dalam hakikat.”
Komentar saya:
Selama kurun Rasulullah saw menerapkan hukum-hukum syariat, yg kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya, tolok ukur yg digunakan untuk menentukan benar-salahnya atau sesat-tidaknya adalh syariat yg dipandang secara lahiriah. Shg ketika seseorang melakukan kemaksiatan spt meninggalkan kewajiban shalat, puasa, zakat, jihad, haji, dsb atau melakukan keharaman spt minum khomer, judi, menghina Rasul, murtad, dan bahkan mengaku sbg Nabi (spt pengakuan dirinya juga Nabi oleh Musailamah al-Khadzab) sekalipun dan juga pelanggaran-pealanggaran lainnya yg bersifat fisik, maka Rasul dan juga genenasi berikutnya senantiasa mengacu kepada bentuk-bentuk hukuman didalam Islam, apakah itu dijatuhkan sanksi Hudud, Jinayah, Ta’zir atau Mukhalafat. Jadi, begitu terjadi pelanggaran secara lahiriah, maka akan dijatuhkan sanksi, meskipun pada akhirnya nanti akan dilakukan terlebih dahulu prosedur pembuktian sblm sanksi dijatuhkan.
Jadi menurut hemat saya, agar tdk menimbulkan kontradiksi thd putusan hukuman pelanggaran, harus diambil satu koridor saja, apakah pandangan secara syariat ataukah secara hakikat. Jika memang Rasulullah saw dan para generasi berikutnya mencontohkan pengambilan putusan hukum atas pelanggaran itu koridornya secara syariat, maka kitapun hrs ikut koridor tsb dan meninggalkan koridor hakikat, dgn tujuan agar syariat yg terkandung didalam Qur’an bisa dijalankan.
2. Tentang pembahasan jasad dan ruh
Yakni ketika Anda menuliskan: “Syariat dan hakikat mestinya memang berpadu seperti bersatunya jasad dan ruh. Jasad tanpa ruh adalah bangkai dan sia-sia sementara ruh tanpa jasad bisa sangat menakutkan.”
Inipun perlu diperjelas kembali. Ruh yg dimaksud apakah nyawa, Ruh Tuhan, ruh dalam arti sebuah kesadaran bahwa dirinya sdg berhubungan dgn Allah, atau ruh dgn definisi yg lainnya. Karena pada dasarnya manusia tdk bisa mengetahui hakekat ruh, mengingat itu urusan Rabbnya, sebagaimana dijelaskan dalam Qur’an surat Al Israa’ [17] ayat 85.
Terima kasih
November 5, 2008 at 8:17 am
Anda slalu brbicasa hakikat..pdahal anda sendiri hidup d alam syareat.,seolah2 anda menyamaratakan ahmadiyah dgn ajaran nabi muhammad SAW..mnurut anda kbnaran adlah milik Allah SWT,anda harus ingat al-quran adalah kalamullah,jika alquran menyalahkan sudah tentu ahmadiyah itu salah..jika anda masih brkata kbnaran adlah milik Allah,maka saya tanya allah yang mana yg anda sembah,?krna Allah yg sya smbah adlah Allah yg tlah menunjukan kebenaran nya dengan alquran..,sy ingn tw sdah smpai mna pmhaman hakikat anda?ad brpa jenis ruh? Sudah mlihat jlaskan anda tntang ruh itu?klo d pndng scara hakikat ,Allah mnggerakan seluruh manusia itu sehingga menyerang ahmadiyah karna sesat,apkh bnar pmahaman sprt itu?
Juli 23, 2013 at 11:33 am
ajarn islam itu adu dua sisi syariat dan hakikat keduanya harus berjalan seimbang, dan hal ini telah dilakukan imam al ghazali di kitab ihya ulumiddin