Daftar “40 Superkaya Indonesia” yang ulasan lengkapnya akan dikeluarkan majalah Forbes Asia pada 24 Desember 2007 mestinya tidak luar biasa. Sebagian besar nama-nama yang ada di daftar itu adalah nama-nama lama yang hampir setiap tahun masuk daftar superkaya Indonesia dari banyak versi. Tapi bagaimana orang-orang kaya itu menghabiskan duitnya?
oleh Rusdi Mathari
DUA pesawat itu terparkir rapi di hangar bandara Halim Perdakusuma. Pesawat pertama dari jenis berpenumpang terbatas Cessna XLS dan satu pesawat lagi jenis helikopter Bell 427. Dua pesawat itu bukan inventaris TNI-AU tapi milik Putra Sampoerna. Dia sengaja menyewa hangar di Halim Perdakusuma untuk parkir dua pesawatnya (Suara Merdeka, 3 Agustus 2007). Tiga tahun lalu sewa per jam untuk parkir satu pesawat di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, bisa mencapai Rp 270 ribu. Maka tebaklah harga sewa parkir peswat di bandara khusus semacam Halim Perdakusumah.
Tapi Putra Sampoerna hanya salah satu dari superkaya Indonesia yang terungkap memiliki pesawat pribadi. Dalam buku Para Superkaya Indonesia (Sebuah Dokumentasi Gaya Hidup) yang ditulis Veven Sp. Wardhana dan Herry Barus, terungkap nama-nama Pontjo Sutowo, Sudwikatmono, Aburizal Bakrie dan Abdul Latief juga sering menggunakan pesawat pribadi kalau tidak mungkin disebut memilikinya secara pribadi. Di Lippo Group Karawaci, Tangerang, beberapa pesawat helikopter milik perorangan atau bisa disewa oleh perorangan juga diparkir di salah satu sudut komplek bisnis milik Keluarga Mochtar Riady.
Berapa harga satu pesawat yang dimiliki orang-orang kaya itu? Tergantung dari jenis dan tahun pembuatannya, harga pesawat pribadi bervariasi. Paling murah sekitar US$ 5 juta dan yang termahal bisa mencapai ratusan juta dolar. Untuk pesawat jet pribadi milik Poetra Sampoerna yang terdaftar di Bermuda, harganya mencapai US$ 50 juta (Rp 455 miliar). Tapi rata-rata pesawat pribadi yang dimiliki superkaya Indonesia berkisar US$ 5-US$ 33 juta. Atau Rp 45 miliar untuk pesawat yang paling murah.
Harga itu tak termasuk renovasi interior pesawat. Pesawat BAC-II milik Alatief Corporation, misalnya, bentuk aslinya bisa menampung 100 penumpang. Pesawat itu kemudian dirombak sedemikian rupa sehingga hanya berkapasitas 18 orang. Sisa ruangannya dijadikan ruang tidur, kamar mandi lengkap dengan pancuran, wastafel dengan keran berlapis emas, serta dua buah sofa. Penambahan biaya untuk kebutuhan tersebut bisa mencapai 10 sampai 20 persen dari harga pesawat. Ditambah dengan biaya operasional yang meliputi antara pembelian bahan bakar, pemeliharaan dan jasa boga, biaya tak langsung, asuransi, pelatihan dan sewa hangar, ongkos yang dikeluarkan untuk “merawat” pesawat pribadi itu setiap bulan bisa mencapai puluhan juta rupiah.
Dalam urusan rumah atau tempat tinggal para superkaya juga bisa dikatakan hidup seperti cerita-cerita komik Andersen atau film sabun Dynasty. Tiga puluh tahun lalu, kalau tinggal di daerah Menteng dan Kebayoran Baru, Jakarta bolehlah berbangga diri, karena identik dengan kemewahan. Tapi rumah mewah dengan lingkungan yang juga elit, sekarang bukan lagi monopoli dua tempat tersebut.
Di Ibukota banyak perumahan mewah yang menjadi hunian orang superkaya muncul di mana-mana, bahkan di pinggiran Jakarta yang di sekitarnya tinggal banyak orang yang hidup di rumah-rumah petak. Kawasan-kawasan itu seperti misalnya, perumahan Pondok Indah (terutama di sekitar lapangan golf Pondok Indah), Bukit Villa Kelapa Gading, Permata Hijau, Simprug, Widya Chandra & Grand Kuningan, Cibubur, Pantai Indah Kapuk dan beberapa tempat lain.
Namanya saja kawasan elit tentu bukan sembarang orang bisa tinggal di sana kecuali yang benar-benar berduit. Bukan hanya harga tanah dan bangunannya yang mahal, semua pelayanannya juga membutuhkan duit yang tidak sedikit termasuk dalam soal keamanan. Peralatan canggih senantiasa memantau selama 24 jam sehari yang dilengkapi kamera pengintai (CCTV) yang langsung dimonitor dari pos keamanan. Warga yang tidak punya kepentingan di kawasan ini sebaiknya jangan coba mendekati jika tidak ingin berhadapan dengan petugas keamanan yang selalu berwajah curiga. Petugas keamanannya pun berasal dari unit-unit keamanan resmi milik negara dan bukan hansip atau satpam pada umumnya (ingat kasus pembunuhan bos Grup Asaba yang dikawal anggota Kopassus dan musuh bisnisnya yang dikawal oleh Marinir).
Ukuran rumah dan tanahnya beragam. Luas minimal 400 meter persegi sementara untuk ukuran maksimal jelas tak terbatas. Ada yang menempati areal berukuran 1000 meter persegi tapi tidak sedikit yang punya luas kavling hingga empat ribu meter persegi. Rumah Sudwikatmono contohnya.
Berdiri mewah di kawasan bukit golf utama Pondok Indah, rumah itu dibangun di atas tanah seluas 10 ribu meter persegi. Pada tahun 1999 harga tanah per meter persegi di kawasan itu sudah mencapai Rp 4 juta. Dengan asumsi harganya masih sebesar Rp 4 juta per meter maka paling sedikit harga tanah milik Sudwikatmono bernilai Rp 40 miliar. Belum nilai bangunan dan isi rumahnya.
Beberapa di antara superkaya itu memilih hidup di apartemen mewah yang kini juga mulai menjamur di Jakarta dan beberapa kota besar lain seperti Surabaya dan Denpasar. Di Jakarta misalnya ada Apartemen Rizt Carlton yang terletak di kawasan Mega Kuningan, dan Apartemen Pakubowono di selatan Jakarta dan sebagainya. Harga satu unitnya yang berukuran sekitar 500 meter persegi bisa menjadi US$ 1-2 juta atau antara Rp 9-18 miliar. Seorang staf sebuah PR yang disewa oleh Pakubowono pernah bercerita, ketika apartemen itu baru ditanam pondasi, semua unit dari sekitar 500 unit yang ditawarkan sudah laku terjual. Padahal harga paling murah mencapai Rp 2 miliar.
Majalah Far Eastern Economic Review pada 2003 pernah menulis apartemen-apartemen mewah itu, 40 persen di antaranya dibeli sebagai tempat hunian kedua sementara 60 persen lain digunakan sebagai investasi. Dan para superkaya itu tidak hanya membeli apartemen mewah di Jakarta melainkan juga memborong apartemen mewah di Singapura.
Jones Lang LaSalle adalah perusahaan broker dan riset properti global yang memiliki kantor antara lain di Singapura dan Hong Kong. Mei tahun ini, broker itu mempublikasikan hasil risetnya tentang tingkat jual apartemen di Singapura selama tahun 2006. Hasilnya sebanyak 1.000 unit apartemen atau kondominium dibeli oleh superkaya asal Indonesia. Dengan tingkat pembelian yang mencapai 1.000 unit pada tahun 2006, maka sekitar 21 persen dari seluruh unit apartemen mewah di Singapura pada tahun itu telah dimiliki oleh para superkaya dari Indonesia.
Jumlah itu melebih jumlah pembeli dari negara manapun yang juga membeli apartemen mewah di Singapura. Data statistik dari Jones Lang LaSalle menunjukkan, dalam waktu 10 tahun terakhir (sejak krismon 1997), pembeli asal Indonesia sudah mendominasi 30 persen pembelian seluruh kondominium mewah di Singapura, mengalahkan jumlah pembeli asal Malaysia, India, Cina, beberapa negara Eropa dan Singapura sendiri.
Menurut Lucy Rumantir, Chairwoman Jones Lang LaSalle orang kaya Indonesia punya karakteristik unik dalam memburu apartemen dan kondominium. Mereka enggan jika ditawari kondominium kelas bawah atau menengah dan sebalinya lebih memburu apartemen super mewah. “Mereka hanya mencari apartemen mewah di lokasi strategis atau prime locations,” kata Lucy ketika menjelaskan hasil riset lembaganya di Jakarta 14 Mei 2007.
Padahal harga untuk setiap meter apartemen itu mencapai Rp 70 juta atau yang paling murah Rp 30 juta. Dengan kalimat lain satu unit apartemen termurah yang dibeli oleh para superkaya Indonesia itu bisa mencapai Rp 30 miliar. Sjamsul Nursalim, Atang Latif, Lim Sio Liong dan beberapa pengusaha yang menjadi tersangka korupsi di dalam negeri, adalah beberapa superkaya Indonesia yang membeli apartemen mewah di Singapura seperti apartemen Frazer Suites di River Valley Road atau apartemen Wing On Life Garden.
Putra Sampoerna, juga memiliki apartemen mewah di Singapura dan menghabiskan banyak waktunya di negara tetangga itu. Dia datang ke Jakarta bila ada urusan bisnis dan tidak menginap di mana-mana melainkan di sebuah Penthouse Hotel Grand Hyatt yang bertarif minimal US$ 3.300 semalam atau sekitar Rp 30 jutaan. Sebuah Rolls Royce Phantom siap mengantarnya ke mana-mana. Mobil seharga US$ 320 ribu ini oleh produsennya di Inggris diproduksi secara terbatas setiap tahun dan Indonesia hanya kebagian jatah 10 buah.
Beberapa para superkaya itu juga memiliki pulau-pulau secara pribadi yang tidak mengizinkan penduduk dan nelayan lokal datang meski hanya sekedar melabuhkan perahunya. Dalam buku Para Superkaya Indonesia (Sebuah Dokumentasi Gaya Hidup) ditulis beberapa nama yang memiliki pulau secara pribadi. Antara lain yang dikenal adalah Sjamsul Nursalim (Pulau Kelor Timur), Setiawan Djody (Pulau Tongkang), Siti Hardiyanti Rukmana (Pulau Bulan), dan Probosutedjo (Pulau Pemagaran).
Untuk soal pesta bisa lebih mencengangkan. Sepasang pengantin anak konglomererat, pernah datang ke tempat resepsi pernikan mereka dengan menaiki kereta yang ditarik dengan beberapa kuda pilihan. Mereka juga menyewa tiga hotel berbintang untuk tempat menginap sanak keluarga dan para undangan (lihat “Pamerkan Kekayaan, Tak Pahami Indonesia”, Suara Pembaruan 27 Agustus 2007).
Sebelum itu, pesta pengantin termahal yang pernah dicatat adalah pernikahan Martina Melsiah Sudwikatmono dengan Juan Jimene, lelaki asal Panama. Pesta itu berlangsung secara maraton selama 3 hari, yakni 28, 29, dan 31 Agustus 1991 dan menghabiskan onkos Rp 5 miliar. Hari pertama adalah upacara siraman yang dilakukan oleh Nyonya Tien Soeharto (Sudwikatmono, adalah saudara angkat Pak Harto). Hari kedua hajatan ala keraton Solo di Sasano Langen Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah Jakarta Timur. Dan pada hari ketiga, perhelatan penutupan diselenggarakan di kediaman Sudwikatmono di bilangan Bukit Golf Utama Pondok Indah dengan pesta ala Panama lengkap dengan iringan lagu Amerika Latin dan champagne plus kue pengantin raksasa.
Puncak pesta diakhiri dengan pengundian door prize bagi para undangan. Hadiahnya mirip hadiah yang diberikan bank kepada penabung recehan. Ada TV berwarna, lemari es, video, jam tangan dan sebagainya. Di acara pesta yang bagi sebagian dari kita mungkin hanya bisa dijumpai dalam cerita seribu malam itu, dibutuhkan 6 truk untuk mengangkut seluruh kadonya itu.
Untuk gaya hidup, para superkaya itu juga sering makan di restoran-restoran khusus yang menyediakan menu-menu khusus dengan layanan dan harga yang khusus pula. Resto sekelas Shang Palace yang berada di Hotel Shangrilla, Loong Jin di Crown Plaza, dan Summer Palace adalah beberapa nama resto mahal di Jakarta yang kerap didatangi para superkaya. Harga hidangannya bisa mencapai jutaan rupiah untuk satu menu. Contohnya adalah menu “king crab” di Jade Palace Internasional yang berharga hingga Rp 1 juta per satu porsi. Konon kepitingnya didatangkan langsung dari Alaska Amerika Serikat.
Dan untuk urusan perut ke bawah, tersedia klub-klub seks yang dengan mudah bisa dimasuki oleh para superkaya yang berminat. Dari buku Sex ‘n the City;Jakarta Undercover (2003) terungkap ada sebuah klub seks kalangan atas yang mematok tarif iuran Rp 50 juta untuk masa enam bulan. Dalam rentang waktu itu, minimal akan ada dua kali undangan untuk datang ke tempat pesta dengan syarat harus kembali menyetor uang Rp 3 juta. Harga itu belum termasuk untuk membeli tetek bengek seperti makanan dan minuman keras yang niscaya sudah menjadi pelangkapnya dan membayar sewa para perempuan atau lelaki yang diajak berkencan.
Siapa yang datang ke klub-klub semacam itu?
Buku itu tidak menyebutkan nama maupun kelompok ekonomi tertentu. Tapi bahkan pegawai negeri atau karyawan yang berpenghasilan Rp 10 juta sebulan pun, mustahil untuk bisa masuk ke klub semacam itu kecuali mereka yang memang benar-benar kelebihan sumber dana alias superkaya.
Ketika membaca artikel Forbes Asia Jumat tadi pagi yang memuat daftar “40 Superkaya Indonesia” yang di dalamnya memuat nama Aburizal Bakrie dan Arifin Panigoro, saya teringat anak-anak muda di Porong yang banyak menjadi preman karena menganggur, orang-orang yang stress, dan beberapa anak gadis belasan tahun yang pernah ketahuan sedang menjajakan diri di kompleks pelacuran Dolly, Surabaya karena orang tuanya terbelit utang ratusan ribu rupiah.
Desember 14, 2007 at 11:49 am
Setelah saya baca daftarnya, ternyata kurang satu,
41. Rusdi Mathari (119,9 juta dolar) d0lar Madura.
Februari 17, 2008 at 5:40 am
well kayanya ga masalah deh… bebas donk… lah kan duit2 dia orang kok… ntar gw juga punya plan buat masuk ke list itu kok… so what? emang sih ada yg jadi kaya karena korupsi dll, tapi ga semua kok… ya gak bos? kalo lu pada mau hidup enak.. ya usaha donk….. emang orang2 kaya om liem atau mochtar riady bisa kaya sekarang cuma dengan mengkritik orang lain? kaga kaleeee…. think first do then……… work hard…… ya nasib juga seh…..
Oktober 29, 2010 at 4:35 pm
IYA SIH BENER JUGA DUIT2 ORANG TAPI JENGKEL JUGA KALAU TAU DUITNYA BOLEH HASIL SETENGAH MEMPERDAYA SESAMA MANUSIA SEPERTI MENANG TENDER TANPA IKUT TENDER, SEPERTI TUTUT, BAMBANG TRI DAN KELUARGA CENDANA LAINNYA. MUNGKIN DUITNYA MAU DIBAWA MODAR…
Januari 31, 2011 at 11:42 am
tau..ah…gelap
Mei 22, 2008 at 4:18 pm
iya tapi kebanyakan KORUPSI, lu Tau KORUPSI kan, inget di dunia kita cuma sementara pikirin dong yang susah… DJ frank emangnya lu orang kaya apa.!!#!@#$!!$@!$@
Maret 15, 2016 at 1:25 pm
usaha keras apa salim sama riady lippo., usaha menipu dgn soeharto kelesss.. klo usaha doang gak pake KKN dgn peemrintah , paling banter cuman punya 4-5 toko sampe 70 tahun