Rusdi Mathari
Rusdi Mathari lahir di Situbondo 12 Oktober 1967. Pernah bekerja sebagai freelancer di Suara Pembaruan (1990-1994),redaktur InfoBank (1994-2000), detikcom, penanggungjawab rubik PDAT majalah Tempo (2001-2002), redaktur majalah Trust (2002-2005), redaktur pelaksana Koran Jakarta (2009-2010), redaktur pelaksana beritasatu (2010-2011), dan pemimpin redaksi VHR.media (2012-2013. Peserta crash program reportase investigasi (ISAI-Jakartra), dan mendapat beberapa penghargaan untuk penulisan berita terbaik dari beberapa lembaga. Saat ini aktif menulis buku dan mengasuh blog Rusdi GoBlog.
Amerika Serikat, Apodeti, Australia, BAKIN, Balibo Five, Brian Peters, Briton Malcolm Rennie, Canberra, Channel Nine Australia, Channel Seven, Christoforus da Silva, Cover Up, Dading Kalbuadi, Dorelle Pinch, Fretilin, Gary Cunningham, Gogh Whitlam, Greg Shackleton, Guilherme Gonzalves, Hendro Sumampouw, Indonesia, Inggris, Jakarta, Jill Jollife, Jurnalis, Jurnalistik, L.B. Moerdani, Media, Militer, Nasional, New South Wales, Operasi Flamboyan, Operasi Komodo, Operasi Seroja, PBB, Portugal, Press, PT Denok Hernandes Indonesia, Robby Sumampouw, Selandia Baru, Sydney, The Inside Story of the Balibo Five, Timor Leste, Timor Tumur, TNI, Tony Stewart, UDT, Wartawan, Yunus Yosfiah
November 19, 2007 at 12:13 pm
Saya rasa kasus ini tidak perlu diungkit-ungkit kembali. Sesuatu yang sudah lama terjadi dan sulit untuk ditelusuri fakta-faktanya.
Tetapi Australia pasti ingin mengetahui kebenaran di balik peristiwa ini. Saya harap hal ini tidak memperburuk hubungan Indonesia-Australia yang tiap saat selalu naik-turun.
November 19, 2007 at 1:02 pm
Menyangkut nyawa, tidak ada batas waktu untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. Soal kemudian terjadi penuntutan atau pemberian maaf, itu masalah waktu. Tulisan ini juga tak dimaksudkan untuk berpihak kepada siapapun.
November 29, 2007 at 3:34 pm
Kenapa bung wartawan kita getol mengungkap soal yang terkait dengan Timtim, tapi tidak pernah membuat tulisan investigatif macam ini ketika kita menjadi korban penjajahan Belanda, yang paling aktual adalah tidak ada gugatan dari kita perihal pembunuhan masal oleh Westerling dan kasus pembantaian warga desa Rawagedeh Bekasi oleh pasukan Belanda. Saya yakin catatan atas peristiwa itu pasti ada, wartawan toh tidak lebih istimewa kematiannya dibanding rakyat biasa khan?
Maret 13, 2008 at 12:21 pm
Paman saya kebetulan bertugas disana sejak awal masa konfrontasi. bertugas sbg Intel. Sayang saya belum sempat bertanya jawab secara jelas dgn beliau mengenai Timor Timur. Namun dr paman lain yg juga bertugas sbg intel, kami para keponakan yg bodoh ini mempercayai bahwa perjuangan separatis fretilin thd masuknya TNI adalah didukung penuh oleh pihak2 yg mengincar sumbar daya alam disana. sementara Indonesia hanya berpatokan bahwa Timor Timur adalah bagian dr Nusantara.
Tidak lama setelah timor lepas dr nkri, ternyata garis batas laut sdh digeser oleh ostrali utk disedot kandungan minyaknya. saat hal itu terungkap, kami hanya bisa tertawa saja. nyata sekali apa yg selama ini disokong dikukung oleh tetangga kita ostrali. tidak lebih dr upaya2 utk menguras harta kep.timor ps suatuketika.
saat pecah perang saudara akibat mayor alfredo dipecat. dan KickAndi mencoba utk mewawancarai Mayor Alfredo… jelas2 beliau menyebutkan bahwa pemerintahan yg saat ini samasekali tidak berpihak kpd rakyat. tapi kepada pihak luar.
ingat kasus wartawan yg berkali2 tertangkap di ACEH dan dideportasi. kami sepakat bahwa sbg wartawan, mereka sangat mungkin utk berfungsi ganda sbg agent mata2.
percaya atau tidak … terserah anda.
salam sejahtera
Agustus 31, 2009 at 4:03 pm
Kalau ternyata wartawan tsb adalag mata/intelijen australia…bisa gawat…
prajurit lakukan tugas tok pak…operasi bocor gawat…penerjunan tni dilain tempat bisa bocor dan dijagal lawan…
Biar tuhan yang mengadili…..
September 14, 2009 at 7:30 pm
bloody indons..