Rusdi Mathari
Rusdi Mathari lahir di Situbondo 12 Oktober 1967. Pernah bekerja sebagai freelancer di Suara Pembaruan (1990-1994),redaktur InfoBank (1994-2000), detikcom, penanggungjawab rubik PDAT majalah Tempo (2001-2002), redaktur majalah Trust (2002-2005), redaktur pelaksana Koran Jakarta (2009-2010), redaktur pelaksana beritasatu (2010-2011), dan pemimpin redaksi VHR.media (2012-2013. Peserta crash program reportase investigasi (ISAI-Jakartra), dan mendapat beberapa penghargaan untuk penulisan berita terbaik dari beberapa lembaga. Saat ini aktif menulis buku dan mengasuh blog Rusdi GoBlog.
November 18, 2007 at 3:02 am
Very good posting
November 20, 2007 at 7:06 am
wonderfull….
cuma hua…kalo gak salah huwa
November 22, 2007 at 10:56 am
Kata ALLOH terdiri dari hamzah, lam, lam dengan tasydid dan hak, adalah kalimah yang tidak dapat rusak maknanya meskipun diambil huruf-hurufnya satu demi satu. Jika diambil hamzahnya maka akan terbaca Lillah artinya karna Alloh. Dibuang hamzah dan lamnya dapat dibaca lahu artinya untukNya. Diambil tiga huruf didepan jadi dlomir hu yang kembalinya kepada Alloh. Wah hebat juga penutup tulisan ini, kalimat “Allah adalah Allah dan hanya Allah yang tahu akan Allah.” Kalau saya boleh nambah mas maka akan saya kutip kalimat dari sahabat Abu Bakar ra. “al-‘ajzu ‘an darki al-idrooki idrookun”
November 23, 2007 at 5:06 am
dalam syahadat itu memang artinya bukan tiada Tuhan selain Allah–selbih tepatnya tiada illah selain allah. illah itu ya segala macam yang kita jadikan “superior”, yang kita puja, kita cinta, kita taati —bukan cuma Tuhan. Bisa sepakbola, bisa harta, popularitas, bisa pangkat, bisa makanan …apa saja. makanya– pengakuan yang benar dalam syahadat kita adalah melepaskan segala belenggu penghambaan, ketaatan, keterikatan dengan apapun–siapapun– hingga kita rela-sanggup–berjuang untuk ber”TUHAN” pada Allah SWT SAJA .
nak jenika kan?
syahadat gak cuma diucapkan–karena pengakuan dan sumpah bukan sekedar kata. ia mewujud dalam ideologi–keyakinan–dalam laku. Hingga kita mau “manut” , taat, sadar–sama Allah.
ahad–satu, gak ada perselingkuhan dengan apapun selain-Nya. Setia. komitmen–merasa bersama–gak ada pengkhianatan.
OK… tore pada ajar pole. jek ambu, polana abe` nika pada ta` depa` ka ma`rifah se saongguna.
Desember 5, 2007 at 3:20 pm
selamat atas atas kreatifitas mas rusdi. Bagaimana jika tidak sekedar komentar yang bisa masuk tapi juga artikel pemikiran dll
Februari 1, 2008 at 8:53 am
‘PETAK UMPET’
tuhan, aku lelah aku kalah aku menyerah aku pasrah… tampakkan dirimu tuhan.
Mei 12, 2008 at 3:48 pm
rek mbok nulise Allah menurut Allah,jangan menurut bahasa.Hasile ter-muter. Sampeyan wong loro kan duwe guru,takono sing genah,terus tulisen pasti TAHES!!!
Mei 19, 2008 at 10:42 am
Syaikh Siti Jenar mengatakan dalam babad Cirebon, “Allah itu keadaanku”.
Oktober 8, 2008 at 11:47 pm
Assalamu’alaikum
“Sukran telah membuat this article Insyaallah melengkapi referensi tugastugas yang numpuk dari dozen” disamping melengkapi referensi gue yaaah begitulah “mereka” yang dengan seenaknya menggunakan nama Tuhan untuk yang tidak pantas disebut sebagai Tuhan semoga segera SADAR” Amien,,,,Sudaraku,,,,Allah(Tuhan kita tiada dua bagi-Nya)Ia lah pencipta Ialah Yang Mulia,,,,,dan yang sudah “Benar” pandangannya terhadap Tuhan yakni Allah jangan sampe sekutukan Ia,,,Mintalah kepadaNya jangan ke dukun, batu,pohon dsb….”Allahuakbar La Illaha Illallah” matur Nuwun…Sukran yauu.
Wassalamu’alaikum
Oktober 18, 2008 at 1:28 am
slm. do visit n give comments or share your views at my blog – hasiaron.wordpress.com
Oktober 25, 2008 at 9:42 pm
Dewa Versus Allah
Malam itu Allah diinjak-injak. Allah ditindih dan dijajah. Tapi Allah terdiam. Malam itu, Allah terhampar pada sebuah karpet indah untuk persembahan Dewa-dewa. Dewa melompat, berjingkrak, berteriak, mengumandangkan persembahan tembang-tembang cinta. Allah pun tetap terdiam. Allah tetap menghampar, sementara Dewa dan Baladewa dalam suasana khusuk yang hingar bingar. Malam itu, Kesetaraan “Tuhan” tengah dipertontonkan kepada segenap kesadaran keimanan.
Malam pun berlalu. Allah masih terdiam. Tetapi tidak dengan para pembela Allah. Kepada Dewa, para pembela Allah menghampiri, menyapa, menegur, menegaskan, dan berteriak lantang. Agaknya skenario Allah telah menghantarkan kita untuk kembali meneguhkan akan keberadanNya. Dan Bila hal ini adalah skenarioNya, maka Dewa melompat, Allah terhampar adalah titahNya. Dewa berjingkrak, Allah terkapar adalah suratNya. Gerahnya pembela yang mengadvokasi ketidakberdayaan Allah pun kehendakNya. Bahkan kemunculan tulisan ini pun, tak lepas dari rencana kecilNYa.
Sepanjang sejarah Allah dibahas, dikupas, ditelanjangi, namun tak juga meneguhkan posisi yang semestinya. Berpuluh-puluh, bahkan beribu-ribu buku, kitab, jurnal, artikel, laporan-laporan tentang Allah dengan segala diferensiasinya terus bercucuran, namun Allah masih tetap “di sana.” Kini setelah Dewa berjingkrak, dengan menghamparkan Allah begitu saja, Allah kembali diposisikan. Maka dengan kehebatanNya Allah mengilhamkan Dewa untuk mempersepsi bebas terhadap DiriNya. Allah ingin direposisi sendiri. Hal itu dilakukan karena Mungkin selama ini Dia sudah tidak lagi diperhatikan. Maka Allah sendiri yang menghendaki ingin dijajah.
Benarkah Allah telah dijajah, diinjak-injak oleh Dewa? Bila benar, Allah yang mana? Bagi yang percaya akan keberadaanNya, bukankah segala apa yang ada di muka bumi ini beserta seluruh isinya adalah wujud Allah itu sendiri? Bukankah tidak ada sesuatu selain Allah? Bukankah kita meyakini bahwa makhluk tidak akan pernah ada, termasuk Dewa dan karpet, bila Allah tidak Ada. Allah mengada maka karpet pun ada. Tentu saja karpet bukan Allah, atau sesuatu yang “terbaca” Allah pun bukan Allah. Karpet hanya sebagai bukti akan keberadaanNya. Inilah awal pemicu dari perseteruan Dewa versus Pembela Allah.
***
Dalam mukadimah Kalimatullah Kitab Al-Jalalah karya Ibnu Arabi disebutkan, Allah itu tak dapat diketahui oleh segala bentuk rahasia, tidak dikenal oleh segala macam ruh, dan juga tidak akan ditemukan oleh seluruh usaha akal manusia. Tidak juga mampu digambarkan oleh hati, dan tidak akan dapat diungkapkan oleh lisan yang mengumpulkan segala macam pujian yang azali. Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (7:180)
Kemudian. Bila yang akan kita bincang adalah sepakat tidak sepakat, Suka tidak suka, Zionis bukan zionis, Yahudi bukan Yahudi, maka kita akan semakin ditertawakan oleh mereka yang selama senantiasa “mentertawakan” kita. Biarkan Dewa melompat. Allah pun masih adem ayem. Kita semua masih sama-sama sok tahu tentang Tuhan. Semua dari kita terbiasa mengklaim bahwa Allah menurut persepsi kita saja yang benar. Siapa yang paling tahu hakikat Allah sesungguhnya kalau bukan Allah sendiri. Maka bila ingin tahu persis siapa Allah, JADILAH ALLAH SEKARANG JUGA. Itu tipsnya.
***
wong dzolim
Februari 27, 2009 at 7:05 pm
Salam untuk Wong Dzolim