“Ingat Cak, itu Aceh. Negeri yang penuh dengan tipu daya dan pengkhianatan sejak zaman dulu.”
oleh Rusdi Mathari
Jumat malam silam, Nurlis Effendi Meuko baru saja tiba di kantornya ketika ponselnya berdering. Jarum jam belum lagi menunjuk angka 9. Dia melihat di layar ponselnya tertera nama Irwandi Yusuf. Nurlis mengangkat panggilan ponsel itu, lalu dari pengeras suara ponsenyal langsung terdengar serentetan kata cercaan dan hinaan dari Irwandi dalam bahasa Aceh.
“Ok ma khah, pap ma kah. Pu ka tuleh keu kee. Ha na kupeugah lagee yang katuleh” [Sialan ibu kau. Apa kau tulis tentang aku? Enggak ada aku katakan seperti yang engkau tuliskan…]. Begitulah Irwandi memaki Nurlis. Suaranya kencang. Penuh amarah. Kerongkongan Nurlis tercekat tapi dia berusaha tenang, “Baik Bang saya cek dulu berita itu.”
Pangkal persoalan kemarahan Irwandi memang soal berita tentang dirinya yang ditulis Atjeh Post. Nama yang disebut terakhir adalah situs berita yang didirikan oleh Nurlis dan Yuswandi A. Suud [keduanya pernah menjadi wartawan Tempo]. Nurlis menjabat direktur utama, dan Yuswandi adalah direktur produksi merangkap pemimpin redaksi.
Kamis silam, 16 Februari 2012, media mereka memuat pernyataan Irwandi sebagai berita di bawah judul “Irwandi: Partai Lokal yang Sudah Ada Tak Akan Hidup Lagi.” Berita itu ditulis Reza Gunawan wartawan Atjeh Post. Isinya mengutip pernyataan Irwandi yang antara lain menyatakan, partai lokal yang sudah ada tidak akan hidup lagi di Aceh. Berita itulah yang menyulut kemarahan Irwandi. Dia merasa tidak pernah menyatakan seperti yang ditulis Atjeh Post.
Irwandi lantas menghubungi Nurlis Jumat malam itu, lalu memaki dan mengancam. “Nyoe kuyu si Yan nyak ji-bhan kah” [Ini aku suruh si Yan untuk bhan kau]. Menurut Nurlis seperti dikutip Tempo.co [online], kata bhan adalah istilah yang digunakan oleh anggota GAM di zaman DOM dan darurat militer. Artinya tembak mati. Namun kata Irwandi, kata bhan yang dimaksudnya adalah banned dalam bahasa Inggris. Artinya dilarang.
Siapa Yan?
Nurlis menduga, Yan yang disebut Irwandi adalah Sofyan Dawood [sebagian media menulis Sofyan Daud], eks panglima GAM dan kini menjadi ketua pemenangan untuk Irwandi dalam Pilkada Aceh 2012.
Tidak sampai 15 menit, Irwandi melanjutkan kekesalannya ke Nurlis lewat pesan Blackberry. Dia terus memaki. Penjelasan Nurlis bahwa sebagai wartawan dia hanya sekadar menulis, tidak digubris oleh Irwandi. Sebaliknya Irwandi tetap mengancam. Ketika Nurlis bertanya, mengapa Irwandi menistakan ibunya dan mengancam membunuh dirinya; Irwandi malah membalas, Nurlis harus menjelaskan motif di balik berita Atjeh Post.
Karena ancaman itulah, Nurlis lalu mengontak beberapa orang termasuk kapolda Aceh dan wartawan di Jakarta. Nurlis mengaku tidak melaporkan ancaman itu ke polisi, tapi tidak menjelaskan alasannya.
Sabtu, 18 Februari 2012, Tempo.co menulis bantahan Irwandi soal ancaman itu di bawah judul “AJI Banda Aceh: Berita Irwandi Salah Kutip.” Isinya kurang lebih menyatakan, Atjeh Post telah memelintir pernyataan Irwandi. Entah mengapa, berita yang bersumber dari sebuah milis itu kemudian dihapus oleh Tempo.co tanpa penjelasan. Siangnya Tempo.co menulis berita susulan yang bersumber dari Nurlis, dan berita tentang bantahan Irwandi [lihat: “Mantan Gubernur Aceh Ancam Wartawan” dan “Irwandi Yusuf Bantah Ancam Wartawan”].
Beberapa jam sesudahnya, Atjeh Post memuat hak jawab yang dikirimkan pihak Irwandi dan satu berita yang memuat lengkap transkripsi rekaman tanya-jawab Irwandi dengan wartawan Atjeh Post di Hermes Palace, Banda Aceh; yang dua hari sebelumnya jadi bahan berita Atjeh Post. Minggu 19 Februari 2012, Tempo.co menurunkan berita “AJI Banda Aceh Koreksi Berita Soal Ancaman terhadap Wartawan.” “Barangkali kami memang salah kutip,” kata Nurlis.
Kemelut Partai Aceh
Benar, suhu politik di Aceh menjelang pilkada tahun ini memang cenderung memanas. Dua kandidat yang paling banyak mendapat sorotan adalah pasangan Irwandi Yusuf-Muhyan Yunan, dan Zaini Abdullah-Muzakir Manaf.
Di zaman DOM dan darurat militer, Irwandi, Zaini, dan Muzakir adalah eks petinggi GAM. Di zaman Aceh damai, mereka membentuk partai lokal: Partai Aceh. Partai itu menampung aspirasi politik dari para pejuang GAM. Irwandi bahkan menjadi salah satu juru kampanye Partai Aceh yang utama di musim Pelimu 2009. Belakangan, partai itu dirundung kemelut dan diambang perpecahan karena urusan kekuasaan menjelang pilkada 2012.
Menurut Sofyan, sejumlah eks panglima GAM termasuk dirinya dan Irwandi dipecat dari dari Partai Aceh. Alasanya, mereka dianggap mendukung Irwandi sebagai calon gubernur dalam musim pilkada tahun ini tapi Sofyan tidak spesifik menyebutkan Partai Aceh telah pecah. Dia menyebutkan, Partai Aceh bukan GAM tapi orang-orang GAM ada di Partai Aceh. Pihak Irwandi karena itu akan mendirikan partai baru dengan dukungan dari banyak eks panglima GAM sebelum pelaksanaan pilkada 9 April mendatang.
Sebaliknya kelompok Zaini-Muzakir menyatakan Partai Aceh tidak pecah dan masih solid. Benar, kata Fachrul Razi [Juru Bicara Partai Aceh] di Partai Aceh kini ikut bergabung sejumlah eks jenderal TNI yang pernah bertugas di Aceh. Namun masuknya para jenderal TNI itu, kata dia, justru menunjukkan Partai Aceh sebagai partai terbuka.
Beberapa jenderal yang disebut-sebut bergabung dengan Partai Aceh adalah dua pensiunan mayor jenderal yaitu Sunarko dan Djali Yusuf. Keduanya pernah menjabat sebagai panglima Kodam Iskandar Muda. Jenderal lainnya adalah Sulaiman AB, eks komandan Detasemen Polisi Militer.
Suhu politik Aceh yang memanas itulah yang kemudian juga berimbas ke media. Seorang kawan di Banda Aceh mengabarkan, beberapa wartawan di Aceh bahkan disebut-sebut terlibat sebagai bagian dari tim sukses calon gubernur Aceh tertentu. Beberapa media ikut menjadi partisan. Berita-berita soal pilkada di Aceh itu kemudian menjadi semacam berita kampanye yang menguntungkan atau tidak menguntungkan salah satu calon gubernur.
Bagaimana dengan Nurlis dan Atjeh Post?
Nurlis mengakui, dirinya dan AtjehPost diisukan menjadi bagian dari Partai Aceh dan menjadi tim sukses Zaini-Muzakir. Namun dia mempersilakan orang-orang yang menudingnya membaca berita-berita yang dimuat di Atjeh Post dan menilainya. “Kami membuka ruang yang sama untuk semua pihak di Aceh. Selama ini, sejumlah media di Aceh menutupi informasi tentang Partai Aceh, dan juga tentu saja untuk Muzakir Manaf,” katanya.
Atjeh Post kata Nurlis dirikan bersama Yuswandi dengan modal patungan Rp 5 juta. Kantornya di lantai 2 sebuah ruko tempat pencucian baju [binatu]. Dan sejak didirikan setahun lalu, Atjeh Post kata Nurlis, sering dituding sebagai media yang berpihak kepada kelompok tertentu.
Awalnya, Atjeh Post dituduh sebagai media “milik” Irwandi karena menulis hal-hal yang baik tentang Irwandi dan pemerintah daerah Aceh. Giliran Atjeh Post menggarap tabloid Beranda milik Partai Aceh, Atjeh Post dituding berpihak kepada Muzakir dan Partai Aceh. Belakangan, ketika Nurlis dan Yuswandi memutuskan membenahi dan menutup sementara Atjeh Post November tahun lalu, mereka pun menuai tuduhan baru. “Ada yang bilang saya dibayar Irwandi untuk menutup Atjeh Post agar tak mengkritiknya lagi,” katanya.
Nurlis bercerita, saat menutup sementara Atjeh Post memang muncul banyak tawaran bantuan dana dari sejumlah tokoh di Aceh untuk mengongkosi operasial redaksi. Antara lain dari Irwandi, Muhammad Nazar [wakil gubernur Aceh yang kini juga maju sebagai calon gubernur], dan beberapa pengusaha Aceh. Muzakir Manaf bahkan langsung menelepon Nurlis dan menawarkan bantuan Rp 3 juta per bulan tapi ditolak oleh Nurlis.
“Bang [Muzakir menyapa Nurlis, Bang] tetap netral ya, jadikan Atjeh Post milik orang Aceh jangan jadikan milik kelompok atau perorangan. Saya percaya droneueh [Anda],” kata Nurlis.
Namun semua tawaran itu ditolak oleh Nurlis hingga tiga hari lalu itu, dia menarima ancaman bunuh dari Irwandi karena berita di Atjeh Post. Ancaman itu sekaligus melengkapi ancaman-ancaman serupa yang diterima wartawan di tempat lain karena pekerjaannya.
Awal bulan ini, Bambang Wisnu Dwi Wardana wartawan di Mojokerto, Jawa Timur diancam ditembak oleh H Abdul Muchid, Ketua Ketua Panitia Pembangunan Masjid Agung Darussalam dan eks ketua GP Anshor Kabupaten Mojokerto. Ancaman itu muncul lantaran Bambang memberitakan kasus dugaan korupsi dana pembangunan masjid yang diketuai Muchid itu.
Desember tahun lalu, Endang Sidin wartawan Erende Pos, Nusa Tenggara Timur diancam dibunuh gara-gara memberitakan John Therik, PNS di Satpol PP Rote Ndao memenangi tender proyek. Dua bulan sebelumnya, Roi Sibarani [wartawan Papua Barat Pos] dan Budy Setiawan [kontributor Trans TV] menerima SMS yang berisi ancaman bunuh.
Nurlis bercerita, setelah ada ancaman bunuh kepada dirinya, dia tidak berani keluar Kantor Atjeh Post. Dia sebetulnya bisa saja meninggalkan Banda Aceh dan tinggal di Jakarta, tapi dia mengaku harus bertanggung jawab terhadap para wartawan dan karyawan yang bekerja di Atjeh Post. “Saya menghubungi beberapa orang hanya untuk menyampaikan ancaman itu ada, dan kalau ada sesuatu yang paling buruk, saya setidaknya telah meninggalkan jejak,” katanya.
Kemarin, seorang wartawan berdarah Aceh dan lama bertugas di Aceh mengirimkan email. Dia menyampaikan kekuatirannya terhadap nasib Nurlis, karena ancaman bunuh dari Irwandi terhadap Nurlis bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga, yang entah siapa. Kalau ancaman itu menjadi kenyataan, kata dia, maka Irwandi-lah yang bisa dituduh. ”Ingat Cak, itu Aceh. Negeri yang penuh dengan tipu daya dan pengkhianatan sejak zaman dulu,” kata dia.
Saya tidak mengiyakan pendapat kawan itu, dan lebih berpikir untuk menyelamatkan Nurlis, wartawan yang saya kenal gigih karena sikap dan prinsipnya.
Februari 20, 2012 at 11:31 pm
Makanya nulis yang bener, wartawan pun kadang seperti sok kebal hukum. Tanya Nurlis, berapa dia di bayar oleh Partai Aceh? Coba jujur aja kenapa?
Februari 21, 2012 at 7:49 am
Siapa atau apa yang Anda sarankan menulis yang bener? Tulisan yang mana?
Wartawan tidak kebal hukum, tapi mengancam seseorang jelas tidak dibenarkan, Mengancam adalah cara-cara preman, dan itu harus dilawan.
Kalau Anda tahu Nurlis dibayar Partai Aceh mengapa Anda masih bertanya dan tidak menyebutkannya saja?
Februari 21, 2012 at 1:16 am
sayang nurlis tidak bercerita kalau dia dengan atjehpostnya pernah menikmati fasilitas kantor dan kenderaan roda 4 dari mualem (muzakir manaf) setelah pindah dari lantai dua binatu sebelum off sejenak. off-nya atjehpost sesaat hanya trik menyusun strategi agar tidak terlalu nyata kalau nurlis cs ada di pihak PA (mualem). tanya kenapa nurlis berada di pihak mualem dan tanya juga kenapa nurlis benci roman terhadap irwandi. satu hal lagi, tanya juga pada nurlis, apa kabar koalisi partai-partai yang sempat membuat heboh media aceh dan nasional “siapa bidannya”. nurlis yang ada kenal jauh lebih pintar menutupi kelicikan daripada seorang jurnalis jujur dan independen. karena semua sudah terlanjur dan ada sedikit “keraguan” belangnya muncul ke permukaan maka peseteruan beralih ke “segerombolan” wartawan di aceh (versi nurlis lewat status fb) dan mencoreng nama organisasi yang pernah bahkan sampai sekarang masih menampung dia. bertanyalah pada nurlis tentang “apa yang sebenarnya terjadi” dan minta nurlis menjawab dari lubuk hati yang terdalam jika dia masih memiliki hati nurani dan niat baik.
salam,
rahman
Februari 21, 2012 at 7:45 am
Saya sudah bertanya tentang hubungan dia dengan Muzakir Manaf dan Partai Aceh. Dan jawaban Nurlis tidak. Lalu apa saya harus memaksa Nurlis menjawab sesuai keinginan saya atau Anda?
Kalau Anda keberatan atau menganggap apa yang ditulis Nurlis di FB tidak benar, mestinya Anda langsung berkomentar di FB Nurlis. Bukan di blog ini.
Saya menulis, sebatas yang saya tahu. Irwandi sudah saya hubungi untuk mencari tahu versi dia, tapi dia tidak memberikan respons apa pun. Saya bukan wartawan yang bisa disuruh bertanya atau tidak bertanya sesuatu, menulis dan tidak menulis sesuatu. Apalagi oleh Anda, yang di blog ini saja tak berani mencantumkan nama jelas dan email yang jelas.
saleum
Februari 21, 2012 at 2:28 am
Mungkin memang salah kutip atau sengaja salah kutip. karena berita yang salah kutip dibiarkan terus ada sampai berhari-hari. Kesalahan kutip terus dilanggengkan.
Wartawan terus belajar jgn cukup dengan ilmu jadoel…
Februari 21, 2012 at 7:52 am
Kalau yang Anda maksud adalah berita di AtjehPost, sebaiknya Anda protes ke mereka, Saya bukan wartawan Atjeh Post.
Wartawan memang harus terus belajar, tapi Anda pun harus belajar untuk menyampaikan komentar Anda ke media yang Anda maksud menulis berita salah kutip. Bukan di blog ini.
Februari 21, 2012 at 11:56 am
Tgk. Rahman dan Tgk. Rudi, sebenarnya sangat bisa menemui saya di kantor The Atjeh Post. Bicara dengan saya, atau memprotes, bahkan bisa juga menulis juga. Atau bahkan membuat media dari bosnya. Saya sangat terbuka kok. Argumen juga boleh. Bicara juga boleh. Atau saya diminta datang ke tempatnya juga boleh. Di mana saja boleh saya datang. Tetapi kan saya susah bicara dengan bayang-bayang dan topeng-topeng, apalagi dengan para gerombolan wartawan pemakan bangkai di Aceh….
Februari 21, 2012 at 1:25 pm
Sedikit klarifikasi saja soal tulisan ini,
Soal fasilitas kantor dan mobil dari Muzakkir Manaf, ketua Partai Aceh (PA) untuk Atjeh Post (AP) dan Nurlis, itu memang benar. Dan itu sudah saya dengar langsung saat Irwandi bertanya pada kedua pimpinan atjehpost, dan dijawab dengan jujur bahwa itu ada. Sembari ditambahkan bahwa memang Atjehpost mengurusi media milik PA namun tidak mempengaruhi isi berita AP.
Soal itu, juga dituliskan oleh AP dalam sebelum sempat tutup sementara sekitar akhir tahun lalu. Terkecuali soal mobil yang mungkin hanyalah bentuk kebaikan Muzakkir untuk pribadi Nurlis, sehingga tidak ditulis.
Soal bbm yang berisi ancaman apalagi ancaman bunuh dari Irwandi juga saya rasa gak benar. Dari bbm yang dibacakan ke saya, isinya adalah irwandi yang protessoal tulisan AP, dan Nurlis yang ber-ulang2 mengatakan dalam bahasa aceh: “kenapa mengancam bunuh saya? Kenapa memaki ibu saya?”
Pertanyaan yang diajukan tersebut malah semakin menjadi pertanyaan, apakah diancam, atau malah “diarahkan” untuk seolah2 ancaman itu ada?
Saya sendiri adalah salah seorang yang ikut saat mendirikan AP, walaupun tidak pernah ditulis. Saya juga menjadi bagian dari timses Irwandi sejak awal. Ada yang berubah setelah AP menerima fasilitas dari ketua PA. Misalnya, tulisan yang dianggap “menguntungkan” Irwandi akan disindir oleh pemred. Sehingga ada jurnalis yang merasa kecewa, krn menurutnya apa yg ditulis adalah yg disampaikan oleh Irwandi. Pemred AP sendiri (saat itu masih dijabat Nurlis) pernah mem-publish tulisan (bukan opini) yang sangat memuji Muzakkir.
Belakangan, istilah “bhan” juga “banned” menjadi populer. Cuma, yang menjadi pertanyaan saya, siapa yg menyimpulkan istilah “bhan” menjadi “bunuh?”
Saya bukan ex-kombatan GAM, tapi saya coba cari tau ke banyak mantan kombatan GAM, tidak ada satu orang pun yang mengatakan artinya bunuh. Kata Iskandar (Tentara GAM di jiem-jiem, Pidie), dalam bahasa Aceh, bhan itu artinya sepak. Sampai ada istilah “meu’en bhan” untuk main sepak bola. Sehingga agak membingungkan darimana muncul istilah itu sebagai bunuh. Apakah ada yang “lebay?”
Saat wawancara AP dgn irwandi, yang ber-ujung kepada berita yang “terpelintir” (awalan ter- untuk menunjukkan tidak sengaja), saya ada disana bersama Reza, wartawan AP dan sejumlah wartawan lain dan beberapa timses Irwandi. Reza tidak merekam, sehingga sangat mungkin berita itu terpelitir. Hasil rekaman wawancara penuh yang dimasukkan di tulisan AP, adalah hasil pinjaman rekaman dari wartawan lain. Sehingga, kutipan yang muncul ditulisan yang menjadi perbincangan sama sekali berbeda. Apakah kutipan langsung boleh dirubah? Meskipun seandainya maksud itu sama?
Maaf saya mengomentari disini, karena entah kenapa, saya tidak bisa berkomentar di fb Nurlis krn entah bagaimana, ternyata bukan friend di fb. Tapi bagaimanapun dunia politik, kami akan friend di dunia nyata. Insya Allah, friend tetap friend meskipun terkadang berbeda.
Salam,
Oki Tiba
08126960494
Februari 22, 2012 at 1:02 pm
Kalau istilah Bhan mau dicari artinya ke kamus manapun juga, pasti enggak akan ketemu. Karena istilah itu baru berkembang ketika masa konflik. seingat saya sejak saya SMP (Sekarang sudah punya dua anak). Waktu itu masyarakat tidak berani menggunakan kata kata umum terutama untuk kata kata yang agak sensitif, misal, Bhan; tembak, atau hum; mereka (TNI). Saya asal dari Aceh Utara. Anda bisa datang ke kampung kami di padang sakti dan tanyakan orang orang yang asal dari pesantren. Kata kata Hum dan Bhan dulunya adalah password gosip konflik terkenal.
Februari 21, 2012 at 3:10 pm
Trims Oki atas penjelasannya. Tentang Oki ikut mendirikan The Atjeh Post, mungkin keliru. Bahwa Oki meminta ikutan, itu benar. Kemudian sebab Oki terlibat dalam Timses lalu saya keluarkan dari The Atjeh Post, itu juga benar. Dan Oki pernah memohon agar jangan dihapus dari The Atjeh Post, maaf saya nggak bisa memenuhinya.
Maaf juga kalau soal ikut mendirikan, saya kira Oki tak menaruh modal di sini. Soal kepemilikan ini harus jelas betul, tak bisa main klaim, sebab ini ada badan hukumnya. Atau nanti bisa sama-sama kita periksa di akte notaris pendirian perusahaan media untuk mengelola The Atjeh Post ini.
Bahwa saya pernah menggarab Tabloid BERANDA milik Partai Aceh, itu benar, soal mobil itu juga benar. Bahkan ganti-ganti mobil yang dipinjamkan saat menggarap Tabloid BERANDA itu. Terutama ketika menggarap konten BERANDA ke berbagai daerah yang memang butuh kendaraan. Bukan hanya mobil, juga ada yang menyopirinya.
Nah, ketika itu The Atjeh Post menumpang di kantornya milik Muzakir Manaf, sebab saya sedang menggarap Tabloid BERANDA (ini bukan media umum, tetapi media internal Partai Aceh). Pekerjaan ini juga adalah kegiatan resmi yang kami kerjakan, dan memperoleh bayaran untuk itu dengan segala fasilitas semampu yang diberikan Muzakir Manaf.
Tak ada yang saya sembunyikan di sini. Bahkan ketika Irwandi Yusuf (waktu itu Gubernur Aceh) bertanya soal ini pun saya membenarkannya. Lalu apa isi BERANDA, pastilah isinya tentang Partai Aceh, profil-profil mereka, dan juga sejarah-sejarah lama yang melekat bersama elit-elit Partai Aceh yang menurut saya juga sangat eksotis bisa ditulis tak hanya untuk media internal Partai Aceh. Saya waktu itu malah merasa diri beruntung, diajak masuk ke wilayah yang sulit diakses wartawan.
Namun, sekali lagi saya tak pernah menyembunyikan pekerjaan legal yang kami lakukan. Sebab ini adalah bagian dari salah satu sisi bisnis The Atjeh Post. Bahkan, beberapa penulis di BERANDA saya ambil dari penulis yang saya tahu berada di Tim Sukses Irwandi. Sebab saya pikir untuk media internal Partai Aceh, saya bisa mengambil penulis dari mana saja yang penting pekerjaan beres.
Benar juga, saya sering menyindir wartawan The Atjeh Post yang suka meng-onani pejabat. Dan saya tak tahu mereka apakah bagian Tim Sukses Irwandi atau bukan. Sebab tulisan begitu yang saya sindir bukan hanya untuk Irwandi, juga untuk penulis kandidat yang lain. Bahkan saya kerab mengatakan “kau jangan menulis pakai lidah, tapi pakailah otak.”
Dan resikonya ya memang sejumlah wartawan banyak yang tak tahan berada di The Atjeh Post. Sebab, selain saya rewel juga wartawan kadang bergaji, kadang tidak. Apalagi saya haramkan dan pasti saya pecat wartawan yang ngamplop di The Atjeh Post. Apalagi yang menjadi Tim Sukses yang kebetulan salah satunya adalah Oki, saya mohon maaf pada Oki jika membuat Oki tersinggung waktu itu, ini soal prinsip.
Benar juga saya pernah menulis tentang features yang bagus tentang Muzakir Manaf di The Atjeh Post. Di sini Oki lupa menambahkan bahwa saya juga beberapa kali menulis features yang menarik tentang Irwandi Yusuf, yang bahkan sampai ditaruh di irwandi.info yang Oki kelola. Bahkan tulisan tentang Muzakir Manaf rasa-rasanya lebih sedikit dibandingkan Irwandi Yusuf di The Atjeh Post.
Bahkan, Darwati, istri Irwandi Yusuf pun menghiasi The Atjeh Post. Begitu juga dengan Muhammad Nazar, Darni, dan Abi Lampingsang. Hm.. Oki lupa kali menambahkannya ya, makanya saya perlu menambahkan. Janganlah begitu Oki, kalau membenci Muzakir Manaf dan musuhi Partai Aceh atau tak suka pada Komite Peralihan Aceh (KPA), janganlah melibatkan kami di The Atjeh Post.
Masa sih, Muzakir Manaf tak boleh saya tulis. Sedikit saya menulis saja Oki langsung protes begitu. Masa Atjeh Post harus menulis tentang Irwandi saja, kan tidak bagus buat kami di The Atjeh Post. Mohon memahaminya Oki, seperti kami memahami Oki sebagai Tim Sukses Irwandi.
Kembali ke soal kantor dan mobil. Saat saya menulis jawaban Oki ini, The Atjeh Post menempati rumah pribadi Yuswardi A. Suud. Sebab, kontrak mengerjakan Tabloid BERANDA sudah berakhir. Soal banyaknya mobil di kantor The Atjeh Post, barangkali Oki nanti bisa datang ke kantor kami untuk melihatnya.
Tentu saya tak menolak jika Partai Aceh menawarkan jasa kami untuk menggarap kembali tabloid internal mereka lagi. Dan mana tahu beberapa penulis di Tim Sukses Irwandi bersedia lagi ikut menuliskannya, sebab penulis di The Atjeh Post tidak bisa diganggu utk menggarap Tabloid BERANDA.
Bahkan wartawan media ternama di Indonesia ini juga minta dilibatkan menulis di BERANDA lho, dan Muzakir Manaf membayar jasa penulisannya. Dan kini mereka juga entah mengapa sangat membenci Muzakir Manaf.
Nanti kalau Oki bertanya siapa mereka, saya bisa uraikan dengan lengkap siapa mereka. Istilah bahasa Acehnya, “bubee dua jab” (orang-orang berdua muka dalam mencari nafkah). Muzakir Manaf pernah bertanya pada saya, kenapa mereka yang jadi Tim Sukses Irwandi ikut menulis di Beranda, saya jawab biarkan saja susah kita mencari penulisnya.
Soal bhan, memang saya nggak tahu maknanya. Saya bertanya pada seseorang di Aceh yang jelas mantan kombatan GAM. Tapi saya nggak tahu juga kalau “banned” sekarang cara bacanya menjadi “bhan” (baca: bhan). Ini benar-benar saya ketinggalan kamus ya. Mohon maaf juga atas kekurangan saya ini.
Soal dialog dengan Irwandi lewat bbm. Hm.. Oki saya sangat tersanjung dengan kalimat Oki ini. Begitu besarnya saya di mata Oki rupanya, sehingga saya berani menggiring dan mempermainkan orang sekaliber Irwandi dalam berdialog. Untuk ini saya berterimakasih pada Oki.
Demikian penjelasan saya, jika ada kekurangan saya bisa menjelaskannya lagi.
Salam,
Nurlis
Februari 22, 2012 at 8:04 am
`Pada dasarnya irwandy adalah orang yang berkepribadian yang tidak baik…terlihat dari ucapan sehari-hari yang banyak tidak pantas…apakah seorang pejabat yang dijadikan panutan begitu adanya…ini sangat memalukan…
untuk Oki..seandainya masih ada tgk sofyan tiba ortu anda beliu pasti menyesal mempunyai anak seperti saudara..karena tidak konsisten hanya mengejar jabatan dan duit.
Februari 26, 2012 at 1:16 am
Hom keuh nasip aceh
Maret 31, 2012 at 12:54 pm
Irwandi cuco Panglima Tibang….
Gob njang meuprang, ka jih jak peugah nyang kha…
Partai Aceh-PA lahir dari sejarah yg panjang, dengan berkat perjuangan dan pengorbanan para syuhada-syuhada orang/warga ACEH.
PA adalah satu-satunya Partai politik lokal di ACEH didalam negara kesatuan republik indonesia yang diakui oleh badan Perserikatan Bangsa-Bangsa – PBB.
PA adalah Partainya warga/bangsa/etnis yg ada di dalam nanggroe ACEH. yang bertujuan mengembalikan harkat dan martabat Bangsa ACEH.
Insyaallah PA meunang….
Teurimong geunaseh…
wassalam…
April 3, 2012 at 5:09 pm
Bg nurlis jgn takut,,memang irwandi tu siapa?………………….. Dia orang nya egoooo,,,dulu dia diangkat ke gubernur karna dia orang aceh ,bukan GAM………….blg ma dia JANGAN SOK PEJUANG/PAHHLAWAN…saya sangat mengenal dia…
April 5, 2012 at 10:44 am
Lho, katanya harta kekayaan Mualem cm 66 jutaan, bisa nawarin mobil ke AP? atau bantuan 3 juta perbulan? hebat bener… Empat istrinya gimana, cukup nafkahnya? *koq saya merasa ditipu bulat-bulat ya!Sebagai wartawan tegar lah, jgn cengeng.. crash dg pjbat wajar lah, kerja kita kan mengkritik. Krkter Irwandi demikian, mmg benar adanya. Tapi setahu saya (sbg wrtwan) blkangan hari ia mlh lupa dg mslh yg trjdi. haha..
April 14, 2012 at 12:47 pm
irwandi banyak ngomong kalau sudah kalah, jangan pakek ngancam wartawan segala, jentelmen sikit coi.
Agustus 13, 2015 at 3:57 pm
Ha ha ha ha ada ada saja persoalan bhan “BOLA”